Kronik Penerbitan Oeang Republik Indonesia (ORI)
Jika anda bertanya apa uang pertama yang secara resmi diberlakukan oleh pemerintah RI sebagai alat pembayaran yang sah? Maka oeang, atau uang republik indonesia yang disebut ORI adalah jawabannya. Diatas ORI inilah untuk pertama kali kata “Pemerintah Indonesia” tercantum dan untuk pertama kali pula para pendiri bangsa ini membubuhkan tanda tangan diatasnya. Menurut Kahin, pada masanya ORI adalah simbol bagi kedaulatan RI yang disebarkan oleh tentara pejuang RI kemana pun mereka bertempur, hingga kemudian rakyat jelata pun dengan bangga menggunakan ORI dan menolak uang merah milik Belanda.
Pentingnya penerbitan uang kertas bagi republik baru ini terlihat jelas, ketika pada hari kedua kemerdekaan RI, tepatnya pada 18 Agustus 1945, Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Bab VIII Hal Keuangan Pasal 23 ayat 1-4 telah menegaskan :
“Djuga tentang hal matjam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnja atas masjarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran –djual beli— dalam masjarakat. Berhubung dengan itu perlu ada matjam dan rupa uang jang diperlukan oleh rakjat, sebagai pengukur harga untuk dasar menetaokan harga masing-masing barang jang dipertukarkan. Barng jang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganja, djangan naik-turun karena keadaan uang jang tidak teratur. Oleh karena itu keadaan uang itu harus ditetapkan dengan Undang-Undang.
Berhubung dengan itu kedudukan Bank Indonesia jang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Dengan mengutip beberapa surat kabar nasional, seperti Merdeka, Berita Indonesia, Antara dan Warta Indonesia (periode 1945-1949) demikian saya tuliskan suatu kronik seputar penerbitan ORI.......
2 Oktober 1945 :
Uang NICA tidak berlaku. Dikeluarkan Maklumat Pemerintah tentang Uang NICA yang menyatakan bahwa uang yang disebarkan oleh NICA, yaitu uang kertas Nederlands Indie jang baru, umpamanja uang kertas 0,50 gulden jang berwarna merah sebelah dan hidjau sebelah. Pemerintah menghimbau masyarakat agar tidak menggunakan uang tersebut, supaya tidak menimbulkan inflasi. (Merdeka, 2 dan 5 Oktober 1945)
3 Oktober 1945 :
Uang yang berlaku dalam peredaran. Pemerintah mengeluarkan suatu maklumat yaitu Maklumat Presiden RI No. 1/10 yang menetapkan beberapa macam uang yang berlaku di Jawa sebagai berikut :
1. Uang kertas DJB yang dikeluarkan pada tahun 1925 hingga tahun 1941 terdiri dari delapan pecahan dari lima gulden (rupiah) hingga seribu gulden (rupiah).
2. Uang kertas pemerintah Hindia Belanda yang dikeluarkan pada tahun 1940 dan 1941 terdiri dari dua macam yaitu satu gulden (rupiah) dan dua gulden (rupiah) lima puluh sen.
3. Uang kertas Pemerintah Balatentara Dai Nippon di Jawa yang terdiri dari delapan pecahan dari satu sen hingga seratus gulden (rupiah).
4. Uang logam yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebelum tahun 1942, yang terdiri dari :
Uang emas seharga sepuluh dan lima gulden (rupiah)
Uang perak : ringgitan (2,50) dua setengah rupiah, perakan (1) satu rupiah, tengahan (0,50) lima puluh sen, talenan (0,25) dua puluh lima sen, dan picisan (0,10) sepuluh sen
Uang nekel seharga lima sen
Uang tembaga atau brons : gobangan (0,025) seper-empat sen, senan (0,01) satu sen, dan peseran (0,005) setengah sen
Sedangkan uang yang berlaku di wilayah RI di luar Jawa akan ditetapkan dengan undang-undang yang lain. Berkaitan dengan maklumat tersebut pemerintah menerangkan bahwa rencana untuk mengeluarkan uang Republik Indonesia (rencana ORI) dan kursnya terhadap uang luar negeri sedang dalam persiapan (lagi diselidiki). Selain itu pemerintah kembali menghimbau agar masyarakat menggunakan uang sesuai dengan ketentuan maklumat, dan menolak untuk menggunakan uang NICA (uang kertas seharga lima gulden (rupiah) dan setengah gulden (rupiah)), agar tidak terjadi inflasi.
9 Oktober 1945 :
Pembentukan Pusat Bank Indonesia. Pemerintah membentuk badan umum bernama Pusat Bank Indonesia, dalam rangka persiapan pendirian Bank Negara Indonesia (BNI). Ditetapkan dalam maklumat tujuan badan tersebut antara lain adalah memberi kesempatan untuk menukar uang asing dengan uang yang berlaku di Indonesia.
10 Nopember 1945 (Merdeka):
Mosi tentang Pengeluaran Uang Kertas. Perserikatan Ahli-Ahli Penilik dan Pengarang Buku Indonesia di Bandung mengeluarkan mosi kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan uang kertas.
27 Nopember 1945 (Merdeka) :
Oeang Belanda dan Jepang di Surabaya tidak laku. Peraturan itu diberlakukan karena banyak mata-mata musuh yang memegang kedua mata uang tersebut dan digunakan untuk kepentingannya.
28 Nopember 1945 (Merdeka):
Jawaban pemerintah terhadap Mosi tentang Pengeluaran Uang Kertas. Pemerintah RI belum mempunyai wewenang untuk mengeluarkan uang kertas sendiri, oelh karena iru pemerintah masih menetapkan uang Jepang masih berlaku. Pada saat itu kekuasaan pengeluaran uang ada pada NICA yang terus menerus mencetak uang.
21 Desember 1945 (Merdeka) :
Mendesak keluarnya uang republik. Pada 19 Desember 1945 pengurus KNI (Komite Nasional Indonesia) Garut atas nama rakyat mendesak pemerintah untuk mengeluarkan uang kertas sendiri, agar perekonomian rakyat tidak terganggu.
29 Desember 1945 (Merdeka) :
Oeang Repoeblik. Dalam perjalanan pemerintah pusat ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, rakyat banyak bertanya kapankah pemerintah RI akan mengeluarkan uang kertasnya sendiri? Pertanyaan itu dijawab oleh Wakil Presiden bahwa pemerintah sudah lama (dan yang pertama kali) memikirkan soal penerbitan uang kertas ini. Tetapi karena banyaknya hambatan teknis pencetakan, maka uang kertas belum dapat dikeluarkan. Dikatakan oleh Wapres bahwa seandainya tidak ada hambatan teknis maka pemerintah telah mengeluarkan uang republik pada 1 Desember yang lalu (1945). Namun demikian penerbitan uang republik akan dilakukan dalam waktu yang tidak lama lagi.
22 Februari 1946 :
Pendirian Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pemerintah mendirikan BRI sebagai bank pemerintah melalui PP No. 1 Tahun 1946.
13 Maret 1946 (Merdeka):
Oeang NICA mengacaukan kehidupan bangsa Indonesia : Inggris bertanggung jawab. Pada 11 Maret 1946 Minister Luar Negeri Indonesia St Sjahrir mengirimkan surat protes kepada NICA yang memaklumkan dikeluarkannya uang Belanda yang baru. Dalam suratnya Sjahrir mengatakan :
1. Belanda melanggar perjanjian antara Indonesia- Belanda, yang menyetujui saran Inggris, agar tidak ada pihak yang mengeluarkan uang baru selama keadaan politik belum normal, agar tidak terjadi kekacauan dalam kehidupan ekonomi dan keuangan.
2. Tindakan NICA mengeluarkan uang Belanda itu adalah tindakan mengacau kehidupan sosial-ekonomi rakyat Indonesia, berarti Belanda ingin menyerang Indonesia dari dalam.
3. Tindakan itu juga memperburuk inflasi yang sedang terjadi (akibat banyaknya uang beredar) karena kebijakan tentara Serikat (Inggris) yang longgar dalam keuangan. Ditambah lagi kecurangan mata-mata NICA yang berusaha membawa masuk uang Jepang ke wilayah RI.
4. Tindakan pengeluaran uang Belanda tersebut diumumkan di radio-radio dalam dan luar negeri, sebagai politik (muslihat) Belanda kepada dunia bahwa seolah-olah Belanda masih berkuasa secara penuh di Indonesia.
5. Tindakan mengeluarkan uang baru Belanda tersebut dilakukan di bawah perlindungan para pembesar militer Inggris, yang berarti serangan sungguh-sungguh terhadap kedaulatan kekuasaan RI.
9-10 Mei 1946 (Merdeka):
Undang-Undang Pinjaman Uang Nasional. Pada 9 Mei 1946 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 4 tahun 1946 yang memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menjual surat pengakuan hutang yang menjadi tanggung-jawab kas negara.
18 Mei 1946 (Merdeka):
Pinjaman Uang Nasional. Mulai 15 Mei 1946 pemerintah mengadakan pinjaman uang nasional sebesar satu juta gulden (rupiah) untuk keperluan pembangunan dan pertahanan negara. Pinjaman ini disambut dengan baik oleh rakyat yang tampak dari kesibukan kantor-kantor bank untuk melayani keperluan ini, tak ketinggalam juga Poesat Bank Indonesia di Yogyakarta. (gambar: Antara)
5 Juli 1946 :
Pendirian Bank Negara Indonesia (BNI). Pemerintah mendirikan BNI melalui Perpu No. 2 Tahun 1946 sebagai bank negara yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas bank.
Persiapan Oeang Republik : Kewajiban menyimpan uang dalam bank. Pemerintah melalui Perpu No. 3 Tahun 1946 menetapkan bahwa mulai tanggal 15 Juli 1946 hingga waktu yang akan ditetapkan, seluruh uang tunai harus disimpan pada salah satu bank, yaitu BNI, BRI , Kantor Tabungan Pos, dan bank lain yang ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat umum jumlah pemakaian uang dibatasi sejumlah tiga ribu gulden (rupiah) untuk tiap keluarga dan seribu gulden (rupiah) untuk perorangan yang hidup sendiri. Pembatasan pemakaian uang ini juga diberlakukan untuk perusahaan-perusahaan di Jawa dan Madura. Untuk Sumatera akan berlaku setelah diumumkan oleh Gubernur Sumatera setelah melalui beberapa perubahan ketentuan yang akan disetujui oleh Menteri Keuangan. Perpu ini kemudian diundangkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1946 dengan beberapa perubahan. (Merdeka 26-27 Juli 1946)
6 Agustus 1946 (Merdeka):
Sekitar Uang Republik : Tindakan penyehatan Keuangan. Memuat berita tentang situasi dan kondisi menjelang dikeluarkannya uang republik, sebagai berikut :
1. Banyaknya jumlah uang yang beredar, menurut keterangan pihak Jepang, jumlah uang Jepang yang beredar di Jawa 1,5 milyar gulden, sedang diseluruh Indonesia (termasuk Jawa) sejumlah 3,5 milyar gulden. Ketika Jepang menyerah masih ada sekitar 2,5 milyar gulden yang kemudian digunakan oleh tentara Serikat dan NICA, sehingga jumlah seluruh uang Jepang ditaksir sekitar 6 milyar gulden. Sementara uang lama Belanda ditaksir sekitar 600 juta gulden beredar, belum lagi beberapa ratus juta uang NICA. Karena banyaknya jumlah uang beredar ini kondisi keuangan dan perekonomian Indonesia menjadi lumpuh.
2. Kondisi perekonomian hancur akibat tindakan Jepang yang memusatkan potensi Indonesia untuk tujuan perang.
3. NICA meghamburkan uang, sehingga memicu terjadinya inflasi, juga melakukan blokade ekonomi terhadap RI, sehingga kegiatan perdagangan RI terhenti.
4. Dalam keadaan sulit, karena perang dan blokade ekonomi NICA, pemerintah tetap berupaya menempuh kebijakan yang menyehatkan perekonomian rakyat.
5. Menghadapi blokade ekonomi NICA, Indonesia harus melipat-gandakan produksi dalam negeri dan membentuk usaha baru meski sederhana.
6. Nilai uang Jepang semakin jatuh, karena uang tersebut tidak banyak digunakan oleh masyarakat, sebab barang yang tersedia tidak sesuai dengan keperluan masyarakat, sementara barang yang diperlukan jumlahnya sedikit, sehingga harga barang membumbung tinggi. Masyarakat petani dan buruh tak mampu lagi membiayai kebutuhan hidupnya.
7. Kenaikan barang tersebut tidak diikuti oleh naiknya pajak barang yang dapat menjadi pemasukan bagi pemerintah yang kemudian dapaty bermanfaat bagi masyarakat.
8. Nantinya jika dikeluarkan uang Republik, maka nilainya akan lebih tinggi dari uang Jepang. Namun demikian, gaji pegawai tidak akan diturunkan, jika pada saat ini mereka sejumlah 100 rupiah uang Jepang, maka nanti juga akan tetap menerima upah 100 rupiah uang republik.
9. Untuk menarik uang (Jepang) dari peredaran dan memanfaatkan uang yang tidak bermanfaat di tangan masyarakat (karena tidak ditukar dengan barang) maka pemerintah mengadakan Pinjaman Nasional, suatu hal yang tidak pernah diajarkan oleh Belanda kepada rakyat Indonesia. Hasil pinjaman nasional ini cukup memuaskan.
10. Selain itu, dengan maksud yang sama (menyedot uang Jepang dan memanfaatkanya untuk pembangunan), pemerintah menetapkan kebijakan kewajiban untuk menyimpan uang dalam bank. Pemerintah sekaligus bermaksud mendidik masyarakat untuk menabung, hidup hemat dengan pengaturan uang yang baik.
11. Pemerintah menganjurkan agar masyarakat menggunakan uangnya dalam peredaran (dengan membeli barang dll.) jika tidak disimpan dalam bank. Selain itu pemerintah sedang menyusun aturan untuk mengahalangi tindak penimbunan barang-barang.
12. Pemerintah mengancam bagi siapa2 yang enggan untuk menyimpan uangnya di bank, atau mewujudkannya dalam bentuk Pinjaman Nasional, atau mengedarkannya dalam kegiatan sehari-hari, bahwa suatu saat bisa saja uang Jepang dan uang DJB yang masih ada di tangan mereka tidak dapat lagi ditukar dengan uang Republik. Pemerintah menjamin bahwa uang yang disimpan oleh masyarakat dalam bank, dan juga dalam bentuk Pinjaman Nasional akan aman, dijamin oleh pemerintah tidak akan hilang.
13. Untuk menghidupkan kegiatan ekonomi (perdagangan-perindustrian),dan mendukung langkah pemerintah dalam penyehatan keuangan pemerintah telah mendirikan bank-bank. Antara lain mendirikan Bank Negara Poesat (BNI) untuk mengatur peredaran uang, dan nantinya diarahkan untuk menstabilkan nilai uang, selain itu pemerintah juga merintis berdirinya bank dagang dan industri yang melayani kebutuhan kredit masyarakat. Pemerintah mengupayakan pemberantasan praktek lintah darat dan pada masa akan datang pegadaian dilaksanakan dengan dasar keadilan sosial, bukan hanya mencari untung.
14. Segala peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut bertujuan untuk mengatur kehidupan keuangan rakyat. Pemerintah berusaha keras agar peraturan tersebut dilaksanakan oleh rakyat. Jika semua peraturan telah berjalan dengan baik, barulah pemerintah megeluarkan uang kertas. Dalam kondisi seperti itulah, baru uang republik dapat berjasa bagi kehidupan masyarakat.
9 Agustus 1946 (Merdeka) :
Bank Negara diboeka : F 10.000.000 Oeang Repoeblik dikeloearkan. Bertepatan dengan hari peringatan setahun berdirinya RI (17 Agustus 1946) telah dilangsungkan pembukaan resmi Bank Negara Republik Indonesia bertempat di kantor bank tersebut dikunjungi oleh Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, Menteri Agama, dll. Mr. Abdoelkarim menjerahkan pimpinan pembukaan resmi kepada Wakil Presiden :
“Mendirikan bank negara adalah salah satu tugas negara yang harus segera diselesaikan, untuk dapat mengatasi masalah keuangan, mengingat bahwa sudah setahun negara berdiri tanpa ada bank atau pimpinan keuangan (otoritas moneter) yang mengatur keuangan negara“.
“Perlunya bank negara. Setelah hampir setahun mengalami inflasi, negara mendirikan bank negara yang akan mengatur keuangan negara, terutama dalam pemutaran uang, supaya dapat mencocokkan dengan keperluannya yang nyata, yaitu jumlah uang yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat. Bank negara inilah yang nantinya akan menentukan dan mengeluarkan uang negara. Di luar negeri umumnya bank pusat (sentral) diurus oleh badan partikelir, tetapi tidak di Indonesia, bank tersebut akan langsung diurus oleh pemerintah. Hal ini dilakukan, karena dalam menentukan kebijakan pengedaran uang yang sehat dengan setepat-tepatnya pemerintah membutuhkan nasehat dari bank negara. Untuk itu bank negara ini akan diberikan otonomi untuk mengatur siasat dalam soal keuangan negara.”
“Standar a-metalisme. Di negara lain, bank pusat biasanya menggunakan standar emas, tapi bank kita tidak demikian sebab sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar emas kini berada di Amerika, sehingga kalau kita turut mendasarkan dengan emas maka akan sangat tergantung dengan harga emas yang sudah berada di tangan orang lain (maksudnya emas DJB?) maka dari itu kita akan menggunakan standar a-metalisme yaitu berupa barang-barang lain yang berharga yang bukan emas. Kemudian diumumkan bahwa pada saat itu bank negara telah mengeluarkan uang Republik Indonesia sebanyak 10 juta rupiah. Sedangkan pimpinan bank negara adalah suatu badan Direksi yang terdiri dari Presiden Direktur Margono Djojohadikoesoemo, Direktur pertama Sabaroedin, Direktur kedua Soekasno dan sebagai Sekretaris Mr. Abdoelkarim.”
“Bank Alat Demokrasi. Dalam pidato sambutannya, Menteri Keuangan Ir. Soerachman antara lain mengatakan bahwa sebenarnya bank adalah salah satu alat kaum kapitalis, tapi oelh pemerintah kita dijadikan sebagai alat demokrasi. Oleh karena itu beberapa aturan dan sistemnya yang berbau kapitalis harus dihapuskan, dan keuntungannya sebagain besar akan digunakan untuk kepentingan rakyat, dan sebagian kecil lainnya untuk kepentingan pegawai-pegawainya.”
Pemboekaan Bank Negara di Djakarta. Pada hari yang sama jam 3 sore tepatnya di gedung Pusat Bank Indonesia Menteng 28 telah dilangsungkan pembukaan secara resmi Bank negara Indonesia cabang Jakarta. MT Sahab dalam pidato pembukaannya antara lain mengatakan :”.....Pada hari ini Poesat Bank Indonesia mati, digantikan oleh Bank Negara menurut Undang-Undang Bank Negara Indonesia jang tampil kemoeka sekarang. Ini adalah Bank sirkoelasi jang kita kehendaki untuk .....kemajoen ekonomi bangsa Indonesia selandjoetnja.”
5 September 1946 (Merdeka) :
Serangan Ekonomi Pihak belanda. “..... Indonesia koeat karena sanggoep mengeloearkan oeangnja sendiri dengan a-metalisme sebagai dasarnja dengan kekajaan tanah airnja sebagai tanggoengan. Dan seloeroeh doenia tahoe bahwa Indonesia adalah negara jang kaja raja. Maka dengan pimpinan keoeangan jang bidjaksana tidak boleh tidak oeang repoeblik Indonesia mendapat kepertjajaan besar dari doenia loear......”
28 September 1946 (Merdeka) :
Kemerdekaan Politik dan Ekonomi. Petikan percakapan Wakil Presiden dengan wartawan-wartawan luar negeri : “ bagaimana kalau kemerdekaan Indonesia diakui dalam lingkungan ekonomi Belanda? Kita tidak akan menerimanya. Apakah sistem keuangan Indonesia nanti akan ada hubungannya dengan rupiah Belanda? Tidak! kita akan mempunyai rupiah sendiri. Apakah Indonesia mempunyai emas cukup untuk dekking keuangannya?saya sendiri setuju dengan sistem keuangannya yang berdasarkan metalisme. Saya adalah pengikut metalisme.”
28 September 1946 (Merdeka) :
Badan Pekerdja Poesat KNI: Membitjarakan pengeloearan oeang Repoeblik. Pada 25 September 1946 dalam rapat ke-9 BP KNI Pusat di Purworejo dalam rapat panitia tertutup dibicarakan masalah pengeluaran oeang repoeblik dan pengubahan undang-undang menjimpannja.
1 Oktober 1946:
Uang Republik Indonesia (ORI). Pemerintah melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1946 mengeluarkan Uang Republik Indonesia. (Merdeka, 4 Oktober 1946: Tentang Pengeloearan Oeang Repoeblik Indonesia : Oendang2 No. 17 th. 1946)
10-11 Oktober 1946 (Merdeka) :
Oendang2 tentang kewadjiban menjimpan Oeang dalam bank : Oendang2 nomor 18 Tahoen 1946.
14 Oktober 1946 (Merdeka) :
Keloearnja oeang Repoeblik ta’ melenjapkan inflasi. “banyak orang yang mengira bahwa dengan keluarnya uang republik maka akan segera hilang kesukaran yang sekarang ditimbulkan oleh inflasi. demikian dikatakan oleh M. Natsir Menteri Penarangan RI. Hal ini dilontarkannya dalam rapat tanya jawab antara wakil2 partai, jawatan dan berbagai golongan bangsa dengan wakil2 Kementrian Keuangan, yang terdiri atas Menteri Muda Mr. Loekman Hakim, Mr. Soetikno, Dr. Soemitro dan Moekarto.” “dijawab oleh wakil Kementerian Keuangan bahwa sesungguhnya melenjapkan inflasi tidak bisa semudah itu. ....Dalam keadaan ekonomi negeri kita seperti sekarang ditambah lagi negeri kita sedang diblokir Belanda, maka keloearnyja oeang Repoeblik kita hanja akan dapat menperketjil kesoekaran2 itoe. ....Dari pihak Kementerian Keoeangan didjelaskan poela bahwa oentoek mendapat oeang Repoeblik sebagai pengganti oeangnja (Oeang Djepang), oemoem harus menjimpan semoea oeang toenainja dalam bank. Selandjoetnya dari pihak Kementerian Keoeangan diterangkan bahwa moelai tanggal 26 Oktober jang akan datang tiap2 orang hendaknja hanja mempoenjai 50 rupiah oenag toenai.
26 Oktober 1946 :
Aturan mengenai Uang Republik Indonesia (ORI). Pemerintah mengumumkan Undang-Undang No. 19 tahun 1946 (ditetapkan 25 Oktober) yang menentukan nilai ORI, yaitu sebagai berikut :
1. Sepuluh (10) rupiah ORI (senilai dengan emas murni seberat lima (5) gram
2. Satu (1) rupiah ORI senilai lima puluh (50) rupiah uang Jepang
3. Satu (1) rupiah ORI senilai dengan seratus (100) rupiah uang Jepang dalam daerah Jawa dan Madura
Versi Himpunan Ketentuan dan Perundangan RI.
Dalam beberapa buku disebutkan bahwa nilai tukar ORI terhadap uang Jepang adalah sebagai berikut :
1. Satu (1) rupiah ORI senilai lima puluh (50) rupiah uang Jepang di daerah Jawa dan Madura
2. Satu (1) rupiah ORI senilai dengan seratus (100) rupiah uang Jepang di luar daerah Jawa dan Madura
Dalam hal ini bisa saja terjadi kesalahan penulisan informasi nilai tukar ORI terhadap uang Jepang yang dimuat dalam buku himpunan ketentuan dan perundangan RI. Untuk lebih meyakinkan informasi mana yang lebih benar sebaiknya langsung dilihat pada pengumuman surat kabar yang beredar pada saat itu. Berikut berita dalam Harian Merdeka :
Merdeka, 26 Oktober 1946 :
“Oeang Republik Moelai berlakoe tanggal 26 Okt. : Peredarannja akan ditentoekan lagi. 50 Roepiah Djepang sama dengan satoe Roepiah Repoeblik di Djawa-Madoera.”
- Diberitakan bahwa RRI Yogyakarta pada malam (25 Oktober) telah mengumumkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1946 mengenai pengeluaran uang republik. Dalam undang-undang ditetapkan bahwa 10 Rupiah Republik (RR) dipersamakan harganya dengan 5 gram emas murni. Nilai RR 1 ditentukan dengan 50 rupiah uang Jepang buat Jawa-Madura, sedang buat daerah diluar Jawa-Madura dimana keadaan peredaran uang Jepang lebih banyak, harga uang RR lebih tinggi, yaitu buat sementara ditetapkan RR 1 sama dengan 100 rupiah uang Jepang.
- Untuk pertama kali peredarannya, penukaran uang ini hanya dapat dilakukan dengan perantaraan bank-bank yang telah ditentukan. Pada masa awal ini, setiap penduduk dianggap mendapat RR 1 dan sebanyak-banyaknya ditambah dengan 5 sen.
- Pembayaran hutang-hutang berdasarkan undang-undang tersebut diatur sebagai berikut :
1. hutang yang terjadi sebelum Januari 1943 harus diakui dengan harga uang Republik dengan perbandingan kurs 1:1.
2. hutang yang terjadi antara 1 Januari 1943 dan 1 Januari 1946 harus diakui dengan perbadingan 20:1
3. hutang yang terjadi setelah 1 Januari 1946 diakui dengan perbandingan 50:1
- Menteri Kemakmuran diberi hak dan kekuasaan untuk bertindak terhadap pelanggar2 penetapan harga.
- Kalangan pedagang dan pengusaha di Jakarta bahwa dengan adanya UU tentang pengeluaran ORI ini maka ketentuan perusahaan bisa lebih tetap atau stabil. Suatu hal yang tidak mungkin dicapai pada saat masih menggunakan uang Jepang, terutama dalam kaitannya dengan perdagangan luar negeri. Dengan demikian pengedaran ORI dapat memperlancar perekonomian Indonesia.
Merdeka, 26 Oktober 1946 :
“Pengeloearan Oeang Repoeblik melaloei para pegawai”. Wakil Presiden Moh. Hatta dalam pertemuan di pendopo kita Ciamis pada 23 Oktober mengatakan bahwa uang ORI antara lain akan dikeluarkan melalui penggajian para pegawai, atau pembayaran pemerintah kepada rakyat. Berkaitan dengan pengeluaran ORI, hari itu dan hari sebelumnya pemerintah telah menyebarkan pamflet tentang pengeluaran ORI dengan menggunakan pesawat udara di daerah pelosok2 Tasikmalaya dan Ciamis.
28 Oktober 1946 (Merdeka) :
“Oeang Repoeblik berlakoe di daerah Repoeblik : di daerah diduduki Serikat belum diedarkan”.
- Besok malam (29 Oktober) akan diumumkan pengumuman penting yang penghabisan tentang uang Republik oleh Kementerian Keuangan melalui radio RI Yogyakarta pada pulu 20.00. kemudian wakil Presiden akan berbicara tentang uang Republik setelah pengumuman tersebut.
- Menurut isi pidato Menteri Keuangan pada malam minggu (sabtu, 26 Oktober), maka di daerah Republik uang Republik sudah mulai beredar. Sedangkan di Jakarta dan wilayah lain di Jawa dan Madura yang dikuasai oleh Serikat mungkin uang Republik baru beredar mulai 1 Nopember, dan untuk sementara (sampai masa itu) rakyat tidak akan mempunyai uang Jepang. - Hingga saat ini Serikat belum berniat untuk menarik uang Jepang dari peredaran, sehingga harganya di pasar gelap menjadi turun dan nilai uang NICA naik menjadi 1:100. Menurunnya harga uang Jepang ini disebabkan ketakutan para pedagang untuk menerima uang Jepang yang dianggap akan tidak laku lagi, sehingga kesempatan ini digunakan para spekulan untuk membeli uang Jepang dengan harga murah. Hal yang sama mereka lakukan terhadap uang Republik, yang mereka beli dengan harga rendah melalui bank-bank.
- Di daerah republik, para pedagang diberi batas akhir untuk mensetorkan uang Jepang yang dimilikinya ke bank-bank hingga 29 Oktober.
- Berhubung dengan pengeluaran uang republik maka Kementerian Kemakmuran telah mengeluarkan beberapa peraturan pembatasan harga bahan-bahan makanan di pasar.
29-30 Oktober 1946 (Medeka) :
Transkrip pidato Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara (26 Oktober) “Moelai Hari ini Oeang Republik dibagikan kepada rakjat”.
31 Oktober 1946 (Merdeka) :
Transkrip pidato Wakil Presiden RI Moh. Hatta (29 Oktober 1946) “Keloarnja oeang Repoeblik hari bersedjarah”.
2 Nopember 1946 (Merdeka) :
Pengambilan uang diperluas. Dari pihak yang berwajib kita mendapat keterangan bahwa mulai besok 3 Nopember penduduk kota Jakarta diberi kesempatan mengambil uang simpanannya dengan uang republik di tiap2 kantor kawedanan. Jumlah pengambilan uang simpanan dibatasi hanya 3000 rupiah.
2 Nopember 1946 (Merdeka) :
Harga uang republik. “Djagalah harga Oeang Repoeblik!” Reaksi atas penerbitan ORI terbagi dalam 3 kelompok :
1. kelompok yang mengakui uang republik
2. kelompok yang tidak mengakui uang republik
3. kelompok yang menerima uang republik sebagai alat pembayar tapi tidak dapat mencocokkan dirinya dengan keadaan
kelompok yang ketiga ini jumlahnya besar (mengambil keuntungan dari keluarnya uang republik yang baru). Terbukti dengan naiknya harga-harga barang di pasar. Jatuhnya nilai uang republik dan naiknya harga-harga barang tersebut dapat dihindarkan, jika uang republik dipergunakan menurut petunjuk pemerintah.
27 April 1948 (Berita Indonesia) :
Hasutan terhadap ORI. Di daerah Besuki (Jawa Timur) tersiar surat selebaran yang isinya :
“PENGUMUMAN. Di daerah Djawa Timur dan Madura harga wang ORI terus merosot. Di daerah Madura sudah tidak diterima lagi. Begitu djuga di beberapa bagian Sidoardjo. Di bagian Panarukan harga sudah turun sama sekali, begitu djuga di Bajuwangi..........HATI-HATI DJANGAN KENA TIPUAN TENGKULAK DJANGAN SUKA TERIMA WANG ORI DJIKALAU DJUAL HASIL BUMINJA ATAU LAIN-LAIN KEPUNJAANJA! Djangan sampai barang Pak Tani habis didjual dan wang jang dipegang hilang harganja!
Selebaran tersebut adalah propaganda dari Belanda supaya ORI tidak berlaku lagi di daerah pendudukan. Tindakan ini dengan jelas telah menunjukkan sikap dan kehendak jang tidak jujur dari pemerintah pendudukan.
Uang Kertas Palsu. Telah dikabarkan 15 April yang lalu polisi telah berhasil membeslah empat lembar uang kertas Hindia Belanda palsu pecahan 100 gulden. Uang kertas palsu ini dapat dibedakan dari uang yang asli melalui :
1. kertas licin
2. garis2, baik di tengah maupun di pinggir kelihatan kasar
3. gambar Ratu Wilhelmina di halaman muka tampak jelek sekali. (gambar inilah yang sangat jelas menunjukkan kepalsuan uang tersebut)
28 April 1948 (Berita Indonesia) :
ORI dan Sekolah Republik. Mulai dari 10 April jl. Belanda mengadakan larangan membeli hasil bumi Indonesia dengan ORI, sehingga perbandingan kurs antara ORI dengan uang NICA menjadi merosot sekali. Kaum tani yang memerlukan barang dari kota menjual hasil buminya dengan uang NICA.
28 Mei 1949 (Merdeka):
ORI adalah uang sjah di daerah Republik. Kalangan yang dekat dengan delegasi Republik menerangkan bahwa telah didapat persetujuan antara pihak Republik dan Belanda bahwa ORI (uang republik) tetap diakui sebagai uang sah dalam daerah republik.
6 Juli 1949 (Merdeka) :
Pengumuman Sultan Jogja tentang ORI dan Uang Merah. Pada 3 Juli Sultan Jogya telah mengeluarkan pengumuman mengenai berlakunya ORI dan uang merah. Menurut pengumuman Sultan itu mulai 1 Juli 1949 ORI adalah alat pembayaran yang sah buat daerah Yogyakarta. Dan untuk sementara waktu uang merah juga bisa digunakan. Kurs antara kedua mata uang tersebut belum ditetapkan.
28 September 1949 (Warta Indonesia) :
Rep. daerah Banten baik : Oridab dibekukan mendjaga inflasi.
++++++++++++++++++
Pentingnya penerbitan uang kertas bagi republik baru ini terlihat jelas, ketika pada hari kedua kemerdekaan RI, tepatnya pada 18 Agustus 1945, Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Bab VIII Hal Keuangan Pasal 23 ayat 1-4 telah menegaskan :
“Djuga tentang hal matjam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnja atas masjarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan pertukaran –djual beli— dalam masjarakat. Berhubung dengan itu perlu ada matjam dan rupa uang jang diperlukan oleh rakjat, sebagai pengukur harga untuk dasar menetaokan harga masing-masing barang jang dipertukarkan. Barng jang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganja, djangan naik-turun karena keadaan uang jang tidak teratur. Oleh karena itu keadaan uang itu harus ditetapkan dengan Undang-Undang.
Berhubung dengan itu kedudukan Bank Indonesia jang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Dengan mengutip beberapa surat kabar nasional, seperti Merdeka, Berita Indonesia, Antara dan Warta Indonesia (periode 1945-1949) demikian saya tuliskan suatu kronik seputar penerbitan ORI.......
2 Oktober 1945 :
Uang NICA tidak berlaku. Dikeluarkan Maklumat Pemerintah tentang Uang NICA yang menyatakan bahwa uang yang disebarkan oleh NICA, yaitu uang kertas Nederlands Indie jang baru, umpamanja uang kertas 0,50 gulden jang berwarna merah sebelah dan hidjau sebelah. Pemerintah menghimbau masyarakat agar tidak menggunakan uang tersebut, supaya tidak menimbulkan inflasi. (Merdeka, 2 dan 5 Oktober 1945)
3 Oktober 1945 :
Uang yang berlaku dalam peredaran. Pemerintah mengeluarkan suatu maklumat yaitu Maklumat Presiden RI No. 1/10 yang menetapkan beberapa macam uang yang berlaku di Jawa sebagai berikut :
1. Uang kertas DJB yang dikeluarkan pada tahun 1925 hingga tahun 1941 terdiri dari delapan pecahan dari lima gulden (rupiah) hingga seribu gulden (rupiah).
2. Uang kertas pemerintah Hindia Belanda yang dikeluarkan pada tahun 1940 dan 1941 terdiri dari dua macam yaitu satu gulden (rupiah) dan dua gulden (rupiah) lima puluh sen.
3. Uang kertas Pemerintah Balatentara Dai Nippon di Jawa yang terdiri dari delapan pecahan dari satu sen hingga seratus gulden (rupiah).
4. Uang logam yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebelum tahun 1942, yang terdiri dari :
Uang emas seharga sepuluh dan lima gulden (rupiah)
Uang perak : ringgitan (2,50) dua setengah rupiah, perakan (1) satu rupiah, tengahan (0,50) lima puluh sen, talenan (0,25) dua puluh lima sen, dan picisan (0,10) sepuluh sen
Uang nekel seharga lima sen
Uang tembaga atau brons : gobangan (0,025) seper-empat sen, senan (0,01) satu sen, dan peseran (0,005) setengah sen
Sedangkan uang yang berlaku di wilayah RI di luar Jawa akan ditetapkan dengan undang-undang yang lain. Berkaitan dengan maklumat tersebut pemerintah menerangkan bahwa rencana untuk mengeluarkan uang Republik Indonesia (rencana ORI) dan kursnya terhadap uang luar negeri sedang dalam persiapan (lagi diselidiki). Selain itu pemerintah kembali menghimbau agar masyarakat menggunakan uang sesuai dengan ketentuan maklumat, dan menolak untuk menggunakan uang NICA (uang kertas seharga lima gulden (rupiah) dan setengah gulden (rupiah)), agar tidak terjadi inflasi.
9 Oktober 1945 :
Pembentukan Pusat Bank Indonesia. Pemerintah membentuk badan umum bernama Pusat Bank Indonesia, dalam rangka persiapan pendirian Bank Negara Indonesia (BNI). Ditetapkan dalam maklumat tujuan badan tersebut antara lain adalah memberi kesempatan untuk menukar uang asing dengan uang yang berlaku di Indonesia.
10 Nopember 1945 (Merdeka):
Mosi tentang Pengeluaran Uang Kertas. Perserikatan Ahli-Ahli Penilik dan Pengarang Buku Indonesia di Bandung mengeluarkan mosi kepada pemerintah untuk segera mengeluarkan uang kertas.
27 Nopember 1945 (Merdeka) :
Oeang Belanda dan Jepang di Surabaya tidak laku. Peraturan itu diberlakukan karena banyak mata-mata musuh yang memegang kedua mata uang tersebut dan digunakan untuk kepentingannya.
28 Nopember 1945 (Merdeka):
Jawaban pemerintah terhadap Mosi tentang Pengeluaran Uang Kertas. Pemerintah RI belum mempunyai wewenang untuk mengeluarkan uang kertas sendiri, oelh karena iru pemerintah masih menetapkan uang Jepang masih berlaku. Pada saat itu kekuasaan pengeluaran uang ada pada NICA yang terus menerus mencetak uang.
21 Desember 1945 (Merdeka) :
Mendesak keluarnya uang republik. Pada 19 Desember 1945 pengurus KNI (Komite Nasional Indonesia) Garut atas nama rakyat mendesak pemerintah untuk mengeluarkan uang kertas sendiri, agar perekonomian rakyat tidak terganggu.
29 Desember 1945 (Merdeka) :
Oeang Repoeblik. Dalam perjalanan pemerintah pusat ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, rakyat banyak bertanya kapankah pemerintah RI akan mengeluarkan uang kertasnya sendiri? Pertanyaan itu dijawab oleh Wakil Presiden bahwa pemerintah sudah lama (dan yang pertama kali) memikirkan soal penerbitan uang kertas ini. Tetapi karena banyaknya hambatan teknis pencetakan, maka uang kertas belum dapat dikeluarkan. Dikatakan oleh Wapres bahwa seandainya tidak ada hambatan teknis maka pemerintah telah mengeluarkan uang republik pada 1 Desember yang lalu (1945). Namun demikian penerbitan uang republik akan dilakukan dalam waktu yang tidak lama lagi.
22 Februari 1946 :
Pendirian Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pemerintah mendirikan BRI sebagai bank pemerintah melalui PP No. 1 Tahun 1946.
13 Maret 1946 (Merdeka):
Oeang NICA mengacaukan kehidupan bangsa Indonesia : Inggris bertanggung jawab. Pada 11 Maret 1946 Minister Luar Negeri Indonesia St Sjahrir mengirimkan surat protes kepada NICA yang memaklumkan dikeluarkannya uang Belanda yang baru. Dalam suratnya Sjahrir mengatakan :
1. Belanda melanggar perjanjian antara Indonesia- Belanda, yang menyetujui saran Inggris, agar tidak ada pihak yang mengeluarkan uang baru selama keadaan politik belum normal, agar tidak terjadi kekacauan dalam kehidupan ekonomi dan keuangan.
2. Tindakan NICA mengeluarkan uang Belanda itu adalah tindakan mengacau kehidupan sosial-ekonomi rakyat Indonesia, berarti Belanda ingin menyerang Indonesia dari dalam.
3. Tindakan itu juga memperburuk inflasi yang sedang terjadi (akibat banyaknya uang beredar) karena kebijakan tentara Serikat (Inggris) yang longgar dalam keuangan. Ditambah lagi kecurangan mata-mata NICA yang berusaha membawa masuk uang Jepang ke wilayah RI.
4. Tindakan pengeluaran uang Belanda tersebut diumumkan di radio-radio dalam dan luar negeri, sebagai politik (muslihat) Belanda kepada dunia bahwa seolah-olah Belanda masih berkuasa secara penuh di Indonesia.
5. Tindakan mengeluarkan uang baru Belanda tersebut dilakukan di bawah perlindungan para pembesar militer Inggris, yang berarti serangan sungguh-sungguh terhadap kedaulatan kekuasaan RI.
9-10 Mei 1946 (Merdeka):
Undang-Undang Pinjaman Uang Nasional. Pada 9 Mei 1946 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 4 tahun 1946 yang memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menjual surat pengakuan hutang yang menjadi tanggung-jawab kas negara.
18 Mei 1946 (Merdeka):
Pinjaman Uang Nasional. Mulai 15 Mei 1946 pemerintah mengadakan pinjaman uang nasional sebesar satu juta gulden (rupiah) untuk keperluan pembangunan dan pertahanan negara. Pinjaman ini disambut dengan baik oleh rakyat yang tampak dari kesibukan kantor-kantor bank untuk melayani keperluan ini, tak ketinggalam juga Poesat Bank Indonesia di Yogyakarta. (gambar: Antara)
5 Juli 1946 :
Pendirian Bank Negara Indonesia (BNI). Pemerintah mendirikan BNI melalui Perpu No. 2 Tahun 1946 sebagai bank negara yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas bank.
Persiapan Oeang Republik : Kewajiban menyimpan uang dalam bank. Pemerintah melalui Perpu No. 3 Tahun 1946 menetapkan bahwa mulai tanggal 15 Juli 1946 hingga waktu yang akan ditetapkan, seluruh uang tunai harus disimpan pada salah satu bank, yaitu BNI, BRI , Kantor Tabungan Pos, dan bank lain yang ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat umum jumlah pemakaian uang dibatasi sejumlah tiga ribu gulden (rupiah) untuk tiap keluarga dan seribu gulden (rupiah) untuk perorangan yang hidup sendiri. Pembatasan pemakaian uang ini juga diberlakukan untuk perusahaan-perusahaan di Jawa dan Madura. Untuk Sumatera akan berlaku setelah diumumkan oleh Gubernur Sumatera setelah melalui beberapa perubahan ketentuan yang akan disetujui oleh Menteri Keuangan. Perpu ini kemudian diundangkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1946 dengan beberapa perubahan. (Merdeka 26-27 Juli 1946)
6 Agustus 1946 (Merdeka):
Sekitar Uang Republik : Tindakan penyehatan Keuangan. Memuat berita tentang situasi dan kondisi menjelang dikeluarkannya uang republik, sebagai berikut :
1. Banyaknya jumlah uang yang beredar, menurut keterangan pihak Jepang, jumlah uang Jepang yang beredar di Jawa 1,5 milyar gulden, sedang diseluruh Indonesia (termasuk Jawa) sejumlah 3,5 milyar gulden. Ketika Jepang menyerah masih ada sekitar 2,5 milyar gulden yang kemudian digunakan oleh tentara Serikat dan NICA, sehingga jumlah seluruh uang Jepang ditaksir sekitar 6 milyar gulden. Sementara uang lama Belanda ditaksir sekitar 600 juta gulden beredar, belum lagi beberapa ratus juta uang NICA. Karena banyaknya jumlah uang beredar ini kondisi keuangan dan perekonomian Indonesia menjadi lumpuh.
2. Kondisi perekonomian hancur akibat tindakan Jepang yang memusatkan potensi Indonesia untuk tujuan perang.
3. NICA meghamburkan uang, sehingga memicu terjadinya inflasi, juga melakukan blokade ekonomi terhadap RI, sehingga kegiatan perdagangan RI terhenti.
4. Dalam keadaan sulit, karena perang dan blokade ekonomi NICA, pemerintah tetap berupaya menempuh kebijakan yang menyehatkan perekonomian rakyat.
5. Menghadapi blokade ekonomi NICA, Indonesia harus melipat-gandakan produksi dalam negeri dan membentuk usaha baru meski sederhana.
6. Nilai uang Jepang semakin jatuh, karena uang tersebut tidak banyak digunakan oleh masyarakat, sebab barang yang tersedia tidak sesuai dengan keperluan masyarakat, sementara barang yang diperlukan jumlahnya sedikit, sehingga harga barang membumbung tinggi. Masyarakat petani dan buruh tak mampu lagi membiayai kebutuhan hidupnya.
7. Kenaikan barang tersebut tidak diikuti oleh naiknya pajak barang yang dapat menjadi pemasukan bagi pemerintah yang kemudian dapaty bermanfaat bagi masyarakat.
8. Nantinya jika dikeluarkan uang Republik, maka nilainya akan lebih tinggi dari uang Jepang. Namun demikian, gaji pegawai tidak akan diturunkan, jika pada saat ini mereka sejumlah 100 rupiah uang Jepang, maka nanti juga akan tetap menerima upah 100 rupiah uang republik.
9. Untuk menarik uang (Jepang) dari peredaran dan memanfaatkan uang yang tidak bermanfaat di tangan masyarakat (karena tidak ditukar dengan barang) maka pemerintah mengadakan Pinjaman Nasional, suatu hal yang tidak pernah diajarkan oleh Belanda kepada rakyat Indonesia. Hasil pinjaman nasional ini cukup memuaskan.
10. Selain itu, dengan maksud yang sama (menyedot uang Jepang dan memanfaatkanya untuk pembangunan), pemerintah menetapkan kebijakan kewajiban untuk menyimpan uang dalam bank. Pemerintah sekaligus bermaksud mendidik masyarakat untuk menabung, hidup hemat dengan pengaturan uang yang baik.
11. Pemerintah menganjurkan agar masyarakat menggunakan uangnya dalam peredaran (dengan membeli barang dll.) jika tidak disimpan dalam bank. Selain itu pemerintah sedang menyusun aturan untuk mengahalangi tindak penimbunan barang-barang.
12. Pemerintah mengancam bagi siapa2 yang enggan untuk menyimpan uangnya di bank, atau mewujudkannya dalam bentuk Pinjaman Nasional, atau mengedarkannya dalam kegiatan sehari-hari, bahwa suatu saat bisa saja uang Jepang dan uang DJB yang masih ada di tangan mereka tidak dapat lagi ditukar dengan uang Republik. Pemerintah menjamin bahwa uang yang disimpan oleh masyarakat dalam bank, dan juga dalam bentuk Pinjaman Nasional akan aman, dijamin oleh pemerintah tidak akan hilang.
13. Untuk menghidupkan kegiatan ekonomi (perdagangan-perindustrian),dan mendukung langkah pemerintah dalam penyehatan keuangan pemerintah telah mendirikan bank-bank. Antara lain mendirikan Bank Negara Poesat (BNI) untuk mengatur peredaran uang, dan nantinya diarahkan untuk menstabilkan nilai uang, selain itu pemerintah juga merintis berdirinya bank dagang dan industri yang melayani kebutuhan kredit masyarakat. Pemerintah mengupayakan pemberantasan praktek lintah darat dan pada masa akan datang pegadaian dilaksanakan dengan dasar keadilan sosial, bukan hanya mencari untung.
14. Segala peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut bertujuan untuk mengatur kehidupan keuangan rakyat. Pemerintah berusaha keras agar peraturan tersebut dilaksanakan oleh rakyat. Jika semua peraturan telah berjalan dengan baik, barulah pemerintah megeluarkan uang kertas. Dalam kondisi seperti itulah, baru uang republik dapat berjasa bagi kehidupan masyarakat.
9 Agustus 1946 (Merdeka) :
Bank Negara diboeka : F 10.000.000 Oeang Repoeblik dikeloearkan. Bertepatan dengan hari peringatan setahun berdirinya RI (17 Agustus 1946) telah dilangsungkan pembukaan resmi Bank Negara Republik Indonesia bertempat di kantor bank tersebut dikunjungi oleh Wakil Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, Menteri Agama, dll. Mr. Abdoelkarim menjerahkan pimpinan pembukaan resmi kepada Wakil Presiden :
“Mendirikan bank negara adalah salah satu tugas negara yang harus segera diselesaikan, untuk dapat mengatasi masalah keuangan, mengingat bahwa sudah setahun negara berdiri tanpa ada bank atau pimpinan keuangan (otoritas moneter) yang mengatur keuangan negara“.
“Perlunya bank negara. Setelah hampir setahun mengalami inflasi, negara mendirikan bank negara yang akan mengatur keuangan negara, terutama dalam pemutaran uang, supaya dapat mencocokkan dengan keperluannya yang nyata, yaitu jumlah uang yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat. Bank negara inilah yang nantinya akan menentukan dan mengeluarkan uang negara. Di luar negeri umumnya bank pusat (sentral) diurus oleh badan partikelir, tetapi tidak di Indonesia, bank tersebut akan langsung diurus oleh pemerintah. Hal ini dilakukan, karena dalam menentukan kebijakan pengedaran uang yang sehat dengan setepat-tepatnya pemerintah membutuhkan nasehat dari bank negara. Untuk itu bank negara ini akan diberikan otonomi untuk mengatur siasat dalam soal keuangan negara.”
“Standar a-metalisme. Di negara lain, bank pusat biasanya menggunakan standar emas, tapi bank kita tidak demikian sebab sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar emas kini berada di Amerika, sehingga kalau kita turut mendasarkan dengan emas maka akan sangat tergantung dengan harga emas yang sudah berada di tangan orang lain (maksudnya emas DJB?) maka dari itu kita akan menggunakan standar a-metalisme yaitu berupa barang-barang lain yang berharga yang bukan emas. Kemudian diumumkan bahwa pada saat itu bank negara telah mengeluarkan uang Republik Indonesia sebanyak 10 juta rupiah. Sedangkan pimpinan bank negara adalah suatu badan Direksi yang terdiri dari Presiden Direktur Margono Djojohadikoesoemo, Direktur pertama Sabaroedin, Direktur kedua Soekasno dan sebagai Sekretaris Mr. Abdoelkarim.”
“Bank Alat Demokrasi. Dalam pidato sambutannya, Menteri Keuangan Ir. Soerachman antara lain mengatakan bahwa sebenarnya bank adalah salah satu alat kaum kapitalis, tapi oelh pemerintah kita dijadikan sebagai alat demokrasi. Oleh karena itu beberapa aturan dan sistemnya yang berbau kapitalis harus dihapuskan, dan keuntungannya sebagain besar akan digunakan untuk kepentingan rakyat, dan sebagian kecil lainnya untuk kepentingan pegawai-pegawainya.”
Pemboekaan Bank Negara di Djakarta. Pada hari yang sama jam 3 sore tepatnya di gedung Pusat Bank Indonesia Menteng 28 telah dilangsungkan pembukaan secara resmi Bank negara Indonesia cabang Jakarta. MT Sahab dalam pidato pembukaannya antara lain mengatakan :”.....Pada hari ini Poesat Bank Indonesia mati, digantikan oleh Bank Negara menurut Undang-Undang Bank Negara Indonesia jang tampil kemoeka sekarang. Ini adalah Bank sirkoelasi jang kita kehendaki untuk .....kemajoen ekonomi bangsa Indonesia selandjoetnja.”
5 September 1946 (Merdeka) :
Serangan Ekonomi Pihak belanda. “..... Indonesia koeat karena sanggoep mengeloearkan oeangnja sendiri dengan a-metalisme sebagai dasarnja dengan kekajaan tanah airnja sebagai tanggoengan. Dan seloeroeh doenia tahoe bahwa Indonesia adalah negara jang kaja raja. Maka dengan pimpinan keoeangan jang bidjaksana tidak boleh tidak oeang repoeblik Indonesia mendapat kepertjajaan besar dari doenia loear......”
28 September 1946 (Merdeka) :
Kemerdekaan Politik dan Ekonomi. Petikan percakapan Wakil Presiden dengan wartawan-wartawan luar negeri : “ bagaimana kalau kemerdekaan Indonesia diakui dalam lingkungan ekonomi Belanda? Kita tidak akan menerimanya. Apakah sistem keuangan Indonesia nanti akan ada hubungannya dengan rupiah Belanda? Tidak! kita akan mempunyai rupiah sendiri. Apakah Indonesia mempunyai emas cukup untuk dekking keuangannya?saya sendiri setuju dengan sistem keuangannya yang berdasarkan metalisme. Saya adalah pengikut metalisme.”
28 September 1946 (Merdeka) :
Badan Pekerdja Poesat KNI: Membitjarakan pengeloearan oeang Repoeblik. Pada 25 September 1946 dalam rapat ke-9 BP KNI Pusat di Purworejo dalam rapat panitia tertutup dibicarakan masalah pengeluaran oeang repoeblik dan pengubahan undang-undang menjimpannja.
1 Oktober 1946:
Uang Republik Indonesia (ORI). Pemerintah melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1946 mengeluarkan Uang Republik Indonesia. (Merdeka, 4 Oktober 1946: Tentang Pengeloearan Oeang Repoeblik Indonesia : Oendang2 No. 17 th. 1946)
10-11 Oktober 1946 (Merdeka) :
Oendang2 tentang kewadjiban menjimpan Oeang dalam bank : Oendang2 nomor 18 Tahoen 1946.
14 Oktober 1946 (Merdeka) :
Keloearnja oeang Repoeblik ta’ melenjapkan inflasi. “banyak orang yang mengira bahwa dengan keluarnya uang republik maka akan segera hilang kesukaran yang sekarang ditimbulkan oleh inflasi. demikian dikatakan oleh M. Natsir Menteri Penarangan RI. Hal ini dilontarkannya dalam rapat tanya jawab antara wakil2 partai, jawatan dan berbagai golongan bangsa dengan wakil2 Kementrian Keuangan, yang terdiri atas Menteri Muda Mr. Loekman Hakim, Mr. Soetikno, Dr. Soemitro dan Moekarto.” “dijawab oleh wakil Kementerian Keuangan bahwa sesungguhnya melenjapkan inflasi tidak bisa semudah itu. ....Dalam keadaan ekonomi negeri kita seperti sekarang ditambah lagi negeri kita sedang diblokir Belanda, maka keloearnyja oeang Repoeblik kita hanja akan dapat menperketjil kesoekaran2 itoe. ....Dari pihak Kementerian Keoeangan didjelaskan poela bahwa oentoek mendapat oeang Repoeblik sebagai pengganti oeangnja (Oeang Djepang), oemoem harus menjimpan semoea oeang toenainja dalam bank. Selandjoetnya dari pihak Kementerian Keoeangan diterangkan bahwa moelai tanggal 26 Oktober jang akan datang tiap2 orang hendaknja hanja mempoenjai 50 rupiah oenag toenai.
26 Oktober 1946 :
Aturan mengenai Uang Republik Indonesia (ORI). Pemerintah mengumumkan Undang-Undang No. 19 tahun 1946 (ditetapkan 25 Oktober) yang menentukan nilai ORI, yaitu sebagai berikut :
1. Sepuluh (10) rupiah ORI (senilai dengan emas murni seberat lima (5) gram
2. Satu (1) rupiah ORI senilai lima puluh (50) rupiah uang Jepang
3. Satu (1) rupiah ORI senilai dengan seratus (100) rupiah uang Jepang dalam daerah Jawa dan Madura
Versi Himpunan Ketentuan dan Perundangan RI.
Dalam beberapa buku disebutkan bahwa nilai tukar ORI terhadap uang Jepang adalah sebagai berikut :
1. Satu (1) rupiah ORI senilai lima puluh (50) rupiah uang Jepang di daerah Jawa dan Madura
2. Satu (1) rupiah ORI senilai dengan seratus (100) rupiah uang Jepang di luar daerah Jawa dan Madura
Dalam hal ini bisa saja terjadi kesalahan penulisan informasi nilai tukar ORI terhadap uang Jepang yang dimuat dalam buku himpunan ketentuan dan perundangan RI. Untuk lebih meyakinkan informasi mana yang lebih benar sebaiknya langsung dilihat pada pengumuman surat kabar yang beredar pada saat itu. Berikut berita dalam Harian Merdeka :
Merdeka, 26 Oktober 1946 :
“Oeang Republik Moelai berlakoe tanggal 26 Okt. : Peredarannja akan ditentoekan lagi. 50 Roepiah Djepang sama dengan satoe Roepiah Repoeblik di Djawa-Madoera.”
- Diberitakan bahwa RRI Yogyakarta pada malam (25 Oktober) telah mengumumkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1946 mengenai pengeluaran uang republik. Dalam undang-undang ditetapkan bahwa 10 Rupiah Republik (RR) dipersamakan harganya dengan 5 gram emas murni. Nilai RR 1 ditentukan dengan 50 rupiah uang Jepang buat Jawa-Madura, sedang buat daerah diluar Jawa-Madura dimana keadaan peredaran uang Jepang lebih banyak, harga uang RR lebih tinggi, yaitu buat sementara ditetapkan RR 1 sama dengan 100 rupiah uang Jepang.
- Untuk pertama kali peredarannya, penukaran uang ini hanya dapat dilakukan dengan perantaraan bank-bank yang telah ditentukan. Pada masa awal ini, setiap penduduk dianggap mendapat RR 1 dan sebanyak-banyaknya ditambah dengan 5 sen.
- Pembayaran hutang-hutang berdasarkan undang-undang tersebut diatur sebagai berikut :
1. hutang yang terjadi sebelum Januari 1943 harus diakui dengan harga uang Republik dengan perbandingan kurs 1:1.
2. hutang yang terjadi antara 1 Januari 1943 dan 1 Januari 1946 harus diakui dengan perbadingan 20:1
3. hutang yang terjadi setelah 1 Januari 1946 diakui dengan perbandingan 50:1
- Menteri Kemakmuran diberi hak dan kekuasaan untuk bertindak terhadap pelanggar2 penetapan harga.
- Kalangan pedagang dan pengusaha di Jakarta bahwa dengan adanya UU tentang pengeluaran ORI ini maka ketentuan perusahaan bisa lebih tetap atau stabil. Suatu hal yang tidak mungkin dicapai pada saat masih menggunakan uang Jepang, terutama dalam kaitannya dengan perdagangan luar negeri. Dengan demikian pengedaran ORI dapat memperlancar perekonomian Indonesia.
Merdeka, 26 Oktober 1946 :
“Pengeloearan Oeang Repoeblik melaloei para pegawai”. Wakil Presiden Moh. Hatta dalam pertemuan di pendopo kita Ciamis pada 23 Oktober mengatakan bahwa uang ORI antara lain akan dikeluarkan melalui penggajian para pegawai, atau pembayaran pemerintah kepada rakyat. Berkaitan dengan pengeluaran ORI, hari itu dan hari sebelumnya pemerintah telah menyebarkan pamflet tentang pengeluaran ORI dengan menggunakan pesawat udara di daerah pelosok2 Tasikmalaya dan Ciamis.
28 Oktober 1946 (Merdeka) :
“Oeang Repoeblik berlakoe di daerah Repoeblik : di daerah diduduki Serikat belum diedarkan”.
- Besok malam (29 Oktober) akan diumumkan pengumuman penting yang penghabisan tentang uang Republik oleh Kementerian Keuangan melalui radio RI Yogyakarta pada pulu 20.00. kemudian wakil Presiden akan berbicara tentang uang Republik setelah pengumuman tersebut.
- Menurut isi pidato Menteri Keuangan pada malam minggu (sabtu, 26 Oktober), maka di daerah Republik uang Republik sudah mulai beredar. Sedangkan di Jakarta dan wilayah lain di Jawa dan Madura yang dikuasai oleh Serikat mungkin uang Republik baru beredar mulai 1 Nopember, dan untuk sementara (sampai masa itu) rakyat tidak akan mempunyai uang Jepang. - Hingga saat ini Serikat belum berniat untuk menarik uang Jepang dari peredaran, sehingga harganya di pasar gelap menjadi turun dan nilai uang NICA naik menjadi 1:100. Menurunnya harga uang Jepang ini disebabkan ketakutan para pedagang untuk menerima uang Jepang yang dianggap akan tidak laku lagi, sehingga kesempatan ini digunakan para spekulan untuk membeli uang Jepang dengan harga murah. Hal yang sama mereka lakukan terhadap uang Republik, yang mereka beli dengan harga rendah melalui bank-bank.
- Di daerah republik, para pedagang diberi batas akhir untuk mensetorkan uang Jepang yang dimilikinya ke bank-bank hingga 29 Oktober.
- Berhubung dengan pengeluaran uang republik maka Kementerian Kemakmuran telah mengeluarkan beberapa peraturan pembatasan harga bahan-bahan makanan di pasar.
29-30 Oktober 1946 (Medeka) :
Transkrip pidato Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara (26 Oktober) “Moelai Hari ini Oeang Republik dibagikan kepada rakjat”.
31 Oktober 1946 (Merdeka) :
Transkrip pidato Wakil Presiden RI Moh. Hatta (29 Oktober 1946) “Keloarnja oeang Repoeblik hari bersedjarah”.
2 Nopember 1946 (Merdeka) :
Pengambilan uang diperluas. Dari pihak yang berwajib kita mendapat keterangan bahwa mulai besok 3 Nopember penduduk kota Jakarta diberi kesempatan mengambil uang simpanannya dengan uang republik di tiap2 kantor kawedanan. Jumlah pengambilan uang simpanan dibatasi hanya 3000 rupiah.
2 Nopember 1946 (Merdeka) :
Harga uang republik. “Djagalah harga Oeang Repoeblik!” Reaksi atas penerbitan ORI terbagi dalam 3 kelompok :
1. kelompok yang mengakui uang republik
2. kelompok yang tidak mengakui uang republik
3. kelompok yang menerima uang republik sebagai alat pembayar tapi tidak dapat mencocokkan dirinya dengan keadaan
kelompok yang ketiga ini jumlahnya besar (mengambil keuntungan dari keluarnya uang republik yang baru). Terbukti dengan naiknya harga-harga barang di pasar. Jatuhnya nilai uang republik dan naiknya harga-harga barang tersebut dapat dihindarkan, jika uang republik dipergunakan menurut petunjuk pemerintah.
27 April 1948 (Berita Indonesia) :
Hasutan terhadap ORI. Di daerah Besuki (Jawa Timur) tersiar surat selebaran yang isinya :
“PENGUMUMAN. Di daerah Djawa Timur dan Madura harga wang ORI terus merosot. Di daerah Madura sudah tidak diterima lagi. Begitu djuga di beberapa bagian Sidoardjo. Di bagian Panarukan harga sudah turun sama sekali, begitu djuga di Bajuwangi..........HATI-HATI DJANGAN KENA TIPUAN TENGKULAK DJANGAN SUKA TERIMA WANG ORI DJIKALAU DJUAL HASIL BUMINJA ATAU LAIN-LAIN KEPUNJAANJA! Djangan sampai barang Pak Tani habis didjual dan wang jang dipegang hilang harganja!
Selebaran tersebut adalah propaganda dari Belanda supaya ORI tidak berlaku lagi di daerah pendudukan. Tindakan ini dengan jelas telah menunjukkan sikap dan kehendak jang tidak jujur dari pemerintah pendudukan.
Uang Kertas Palsu. Telah dikabarkan 15 April yang lalu polisi telah berhasil membeslah empat lembar uang kertas Hindia Belanda palsu pecahan 100 gulden. Uang kertas palsu ini dapat dibedakan dari uang yang asli melalui :
1. kertas licin
2. garis2, baik di tengah maupun di pinggir kelihatan kasar
3. gambar Ratu Wilhelmina di halaman muka tampak jelek sekali. (gambar inilah yang sangat jelas menunjukkan kepalsuan uang tersebut)
28 April 1948 (Berita Indonesia) :
ORI dan Sekolah Republik. Mulai dari 10 April jl. Belanda mengadakan larangan membeli hasil bumi Indonesia dengan ORI, sehingga perbandingan kurs antara ORI dengan uang NICA menjadi merosot sekali. Kaum tani yang memerlukan barang dari kota menjual hasil buminya dengan uang NICA.
28 Mei 1949 (Merdeka):
ORI adalah uang sjah di daerah Republik. Kalangan yang dekat dengan delegasi Republik menerangkan bahwa telah didapat persetujuan antara pihak Republik dan Belanda bahwa ORI (uang republik) tetap diakui sebagai uang sah dalam daerah republik.
6 Juli 1949 (Merdeka) :
Pengumuman Sultan Jogja tentang ORI dan Uang Merah. Pada 3 Juli Sultan Jogya telah mengeluarkan pengumuman mengenai berlakunya ORI dan uang merah. Menurut pengumuman Sultan itu mulai 1 Juli 1949 ORI adalah alat pembayaran yang sah buat daerah Yogyakarta. Dan untuk sementara waktu uang merah juga bisa digunakan. Kurs antara kedua mata uang tersebut belum ditetapkan.
28 September 1949 (Warta Indonesia) :
Rep. daerah Banten baik : Oridab dibekukan mendjaga inflasi.
++++++++++++++++++
Comments