Pada akhir
2013 seorang officer BCA menghubungi
saya dan terjadilah obrolan pembuka bahwa BCA akan membangun suatu museum.
Mulanya saya belom merespon dengan baik, hanya sekedarnya sambil memberi waktu
kepada si penanya untuk menjajaki sumberdaya manusia lainnya yang juga kompeten
untuk membangun suatu museum. Menurut cerita, officer BCA itu sempat menghubungi beberapa museolog yang juga pengajar
pada suatu kampus negeri di Depok, tapi merasa tidak pas, lalu kembali
menghubungi saya untuk menyusun janji presentasi perkenalan tentang bagaimana
pengalaman saya terlibat dalam pembangunan museum. Singkatnya, dalam presentasi
dan perkenalan itu saya sampaikan kepada BCA, “Jika ingin membangun museum,
maka mulailah dengan pekerjaan penelitian sejarah!”
|
proses pembangunan gelding |
|
gedung Galeri BCA dalam tahap persiapan awal
|
Beberapa
bulan kemudian pada awal 2014, terjadilah kerjasama antara saya dan BCA untuk
memulai suatu penelitian sejarah BCA. Tanpa terasa, kerjasama itu terus
berlangsung hingga akhirnya museum –yang kemudian—diberi nama Galeri BCA berhasil
dibuka pada Februari 2017. Lalu bagaimana saya memulai penelitian tentang BCA? Apakah
sebelumnya BCA tidak pernah melakukan upaya penulisan sejarah perusahannya? Ternyata
sudah. Pertama kali melakukan penelitian, saya mendapat akses kepada suatu dummy buku sejarah BCA yang sempat
ditulis oleh salah seorang jurnalis ternama, tapi sayangnya BCA belum berkenan
untuk menerbitkan. Meski tidak semua bagian dummy buku tersebut saya dapatkan,
tapi terus terang itu informasi permulaan yang cukup membantu saya melakukan
penelitian lanjutan.
Namun
demikian, saya tidak ingin terpengaruh dengan kerangka penulisan yang telah
disusun sebelumnya. Dalam benak saya, saya tidak hanya menyusun sebuah buku,
tapi museum, sesuatu yang lebih dari buku, meski dalam beberapa hal ada cara
yang sama dalam menyusunnya. Penelitian sejarah saya buka dengan menelusuri
semua pemberitaan tentang BCA dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Semua
sumber sekunder saya telusuri, baik yang ada di dalam koleksi internal BCA,
maupun sumber yang berserakan di luar. Serangkaian wawancara dengan pelaku
sejarah BCA juga saya lakukan, yang paling berkesan bagi saya adalah saat
mewawancarai Barry Lesmana, salah seorang yang pernah menggawangi consumer
banking BCA pada awal 1990 an, beliau pula maestro yang meletakkan dasar
beberapa budaya kerja dalam organisasi BCA. Kesempatan emas lainnya saya
peroleh saat mewawancarai D.E. Setijoso, meski agak formal, tapi saya bersyukur
bisa berdiskusi tentang bagaimana kiprah beliau saat memimpin BCA dalam periode
krisis. Tampak bagi saya, beliau adalah bankir bertangan dingin yang rendah
hati, namanya enggan untuk disebut secara khusus dalam penulisan sejarah BCA. Hebat!
Sebenarnya,
dalam merespon tawaran mengkurasi suatu museum, saya terkadang membiarkan
imajinasi saya nyeplos dengan spontan. Biasanya saya akan menghubungkan
institusi yang akan saya teliti dengan suatu memori yang unik atau spesifik
dalam benak saya, mungkin juga dalam benak orang lain. Waktu mengkurasi Museum
Polri pada 2009, saya langsung memikirikan Kusni Kasdut dan Hoegeng, yang satu
bandit besar, yang satu lagi kapolri yang eksentrik. Presiden Gus Dur sering
menjadikannya bahan lelucon, satir tapi reflektif. Lalu ketika BCA disodorkan
di hadapan saya, tentu sosok Om Liem (Liem Sioe Liong) langsung mengemuka di
benak saya. Angan saya melayang ke zaman krisis moneter perbankan tahun 1997. Waktu
itu pada suatu kamar indekos di kota Kudus, saya numpang nonton tv di kamar
teman dan sempat menyaksikan Om Liem menepis isu rush BCA di hadapan media elektronik. Ya, figure Om Liem dan BCA
tidak dapat dipisahkan. Dan saya bersyukur, BCA pada hari ini masih mau
mengabadikan Liem Sioe Liong sebagai bagian dari sejarah panjangnya dalam dunia
perbankan di Indonesia. Hari ini BCA telah menjadi bank publik, yang
kepemilikannya tidak lagi berada di tangan keluarga Liem Sioe Liong.
|
Salah satu Buku Biografi Om Liem alhier 1980 an |
Dalam proses
penelitian, saya sempat mengunjungi kota Kudus dan Semarang, saya menapaki lagi
jejak sejarah Liem Sioe Liong dan BCA yang tumbuh dari dua kota itu. Sejumlah
kisah tentang om Liem saya dapati, bahkan saya masih bisa memasuki rumah
tinggal (rumah loji) yang pernah ditempati oleh keluarga Liem Sioe Liong
sebelum mereka pindah ke Jakarta. Beberapa pengalaman visual saya di kota Kudus
dan Semarang ini, kemudian mendorong saya untuk memberi porsi kisah kedua kota
itu dalam tata pamer Galeri BCA. Selain itu, pada tahun yang sama, ISEAS
menerbitan buku tentang Liem Sioe Liong, buku yang lumayan lengkap mengupas
sepak terjangnya dalam dunia perekonomian dan perbankan Indonesia. Dalam buku
tersebut Richard Borsuk dan Nancy Chng sempat mewawancarai om Liem sebelum akhir
hayatnya.
Semasa
hidupnya, om Liem termasuk tokoh yang susah untuk dimintai informasi dalam
bentuk wawancara. Meski dalam kondisi tertentu, Om Liem memberi waktu khusus
kepada media untuk mengekspose dirinya. Pada tahun 1987 – 1988 ada dua buku
tentang Liem Sioe Liong telah ditulis dan diterbitkan, meski pada saat ini buku
tersebut terhitung langka. Dalam salah satu buku ada beberapa penggambaran
tentang sosok Liem Sioe Liong muda yang bagi saya amat menarik, Richard Borsuk
dan Nancy Chng tampaknya melewati sumber ini. Tapi akhirnya, dari penelitian
sejarah yang saya lakukan, BCA tidak hanya Liem Sioe Liong, banyak tokoh dan
peristiwa lainnya yang turut ramai-ramai menciptakan momentum sejarah bagi BCA
yang malang melintang di dunia perbankan sejak 1957.
|
bangunan rumah yang pernah ditempati Om Liem dan keluarga di Kudus |
Pada akhir proses
penelitian, saya merekomendasikan kepada BCA untuk menyusun beberapa urutan
tema dalam museum atau Galeri BCA, antara lain sebagai berikut: Periode Cikal
Bakal BCA, Sejarah BCA dari masa ke masa, Organisasi BCA, IT BCA, dan beberapa
tema lainnya yang kemudian mengisi pameran tetap pada Galeri BCA. Galeri BCA
memang tidak menempati salah satu bangunan bersejarah yang mereka miliki, namun
demikian sejak dari proses kuratorial telah terlihat keinginan BCA untuk
menyampaikan kepada publik semua aktivitas bank dari awal mula hingga saat ini.
Beberapa produk perbankan BCA sangat memorable bagi masyarakat dan banyak yang masih
bertahan hingga saat ini. Dalam hal menabung misalnya, BCA adalah bank pertama
yang mengenalkan strategi menabung berhadiah. Coba saja, penabung mana yang
tidak mengenal Tahapan BCA atau acara seperti Gebyar BCA. BCA hingga hari ini,
selain salah satu bank swasta terbesar
juga bank paling popular di kalangan masyarakat penabung. Melalui galeri sejarah,
BCA antara lain ingin mengabadikan semua itu. Tidak hanya bangunannya,
koleksinya, tapi semua memori tentangnya ingin disampaikan kepada masyarakat luas.
|
Gedung BCA Asemka gedung pertama BCA di Jakarta |
|
Pintu Utama Galeri BCA di Gedung BCA Learning Institute Sentul, Jawa Barat |
Akhirnya, dari
semua proses yang saya lalui bersama BCA, kesungguhan BCA dalam mengabadikan
sejarahnya tidak hanya terlihat dari rangkaian wawancara pelaku sejarah, tapi
juga kesungguhan menggerakkan semua insan BCA, baik yang berada di pusat maupun
daerah untuk mengumpulkan koleksi benda-benda bersejarah BCA yang cukup banyak.
Beberapa individu karyawan BCA maupun pensiunan ada yang merelakan koleksinya
untuk dipamerkan di Galeri BCA. Kini setelah Galeri BCA telah dibuka
(pre-launching) pada Februari 2017 yang lalu, tanggung jawab BCA dalam mengabadikan
dan melestarikan sejarah perusahaannya semakin berat. Galeri harus terus dikembangkan,
tentunya membangun museum atau galeri lebih mudah daripada merawatnya dan
mengembangkannya. Hanya itikad dan niatan yang sungguh-sungguh dari si pemilik
sejarah yang dapat melakukannya. Dengan demikian menurut hemat saya, PT BCA,
Tbk telah menjadi perusahaan perbankan nasional yang modern, terus ekspansi ke
depan tanpa melupakan jejak masa lalu!
|
Koleksi EDC di Galeri BCA |
|
Patung yang pernah dipajang di kantor pusat BCA periode akhir 1980 an |
|
Replika Ruang Khazanah (Kas) BCA |
|
Diorama Ruang Perdagangan Pasar di Kudus |
|
Replika Mobil Fiat Om Liem melintas di Jembatan Merah Surabaya |
|
Salah satu game interaktif permainan |
Comments