Diorama Museum: Narasi Sejarah atau Gambaran Suasana?

Ketika kita berkunjung ke suatu museum, selain koleksi benda bersejarah, diorama adalah salah satu objek pamer yang paling sering kita saksikan dan sedikit banyak menarik perhatian pengunjung. Ketika film Night at The Museum hadir di hadapan kita dan menyajikan dengan apik bagaimana keluarga besar koleksi museum, yaitu artefak museum, patung-patung museum, dan berbagai macam jenis diorama museum berinteraksi dengan begitu seru dan menghibur tentunya. Lalu muncul pertanyaan dalam benak khayal kita, apakah hal menarik yag terjadi di film itu bisa terjadi di museum-museum di Indonesia?

Di Indonesia, akhir-akhir ini mulai banyak bermunculan museum-museum tematis yang mulai menarik minat pengunjung untuk datang. Meski tidak sepenuhnya memamerkan benda bersejarah, tapi hanya replica dan diorama-diorama yang menarik, museum-museum itu untuk beberapa saat banyak digemari oleh masyarakat. Sementara itu, hingga saat ini masih banyak juga kita jumpai museum-museum Indonesia yang tampil kurang menarik, jadul, tidak informatif, dan membosankan. Biasanya dalam museum yang terakhir (museum sejarah) ini dioramanya dalam kondisi tak terawat, bentuknya ketinggalan zaman, atau bahkan materi sejarah yang ditampilkan perlu dipertanyakan?

Sebagian besar diorama dalam museum sejarah menggambarkan suasana perundingan, peristiwa peperangan, dan beberapa adegan lainnya yang terkadang terlalu monoton dan kurang seru untuk dinikmati dan dikhayali. Diorama dalam museum sejarah biasanya berukuran satu banding satu atau berukuran kecil seperti sebuah maket yang kita sebut dengan minidiorama. Sedangkan pada museum tematis yang akhir-akhir ini banyak berkembang, diorama menggambarkan suatu peristiwa biasa (bukan bersejarah) yang biasa terjadi dan tidak spesifik terkait dengan suatu waktu tertentu. Selain itu ada juga diorama ruang yang menggambarkan suasana tempat-tempat terkenal yang historis di berbagai belahan dunia misalnya. Juga ada diorama yang menggambarkan suasana periode tertentu, tempat terntu, atau alat dan sosok tertentu untuk memperkuat penyampaian informasi yang diinginkan oleh museum.

Diorama di Museum 10 Nopember Surabaya

Diorama di Museum Satria Mandala Jakarta

Untuk lebih mengetahui apakah sebenarnya diorama? Ada berapa jenis diorama? Bagaimana cara menyusunnya? Sejak kapan diorama mulai banyak digunakan di Indonesia? Tulisan ini tidak akan banyak mengulas hal-hal tersebut secara lebih mendalam selain beberapa ulasan ringkas sebagai berikut:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan PT Gramedia Pustaka Utama (Jakarta 2008) diorama didefinisikan sebagai berikut:

Sajian pemandangan dalam ukuran kecil yang dilengkapi dengan patung dan perincian lingkungan seperti aslinya serta dipadukan dengan latar yang berwarna alami.

Pola atau corak tiga dimensi suatu adegan atau pemandangan yang dihasilkan dengan menempatkan objek dan tokoh di depan latar belakang dengan perspektif yang sebenarnya sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Dari definisi tersebut di atas tentunya dapat kita simpulkanbahwa diorama bisa menggambarkan adegan atau peristiwa apa saja, tidak harus melulu menggambarkan peristiwa bersejarah. Meski, sebelum kita secara publik mengenal diorama, kita telah mengenal terlebih dahulu relief yang berbentuk pahatan dua dimensi yang banyak kita temui pada dinding candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Lalu sejak kapan diorama mulai dibangun di Indonesia?
Relief di Borobudur
Menurut Yuke Ardhiati (2007) dalam suatu tulisannya tentang Diorama Monumen Nasional, bahwa Presiden Soekarno adalah yang pertama kali mengirimkan suatu tim seniman ke luar negeri untuk mempelajari bagaimana membuat diorama yang akan dibangun di komplek Monumen Nasional, Jakarta (1963). Meski kemudian proyek Soekarno itu tidak tuntas dan kita bangsa Indonesia mendapati bahwa pada masa pemerintahan Soeharto banyak museum sejarah (khususnya museum yang dikelola oleh ABRI) mulai menggunakan diorama atau minidiorama sebagai media utama menyampaikan narasi sejarah. Menurut Katharine E. McGregor (2008) diorama sengaja digunakan dalam museum museum sejarah kita agar pesan atau doktrin yang ingin disampaikan lebih terasa menancap dalam benak masyarakat, mengingat bahwa orang Indonesia kurang senang membaca dan lebih senang melihat objek visual bergambar.

Begitulah diorama, dengan berbagai bentuknya, ukurannya, dan tema yang digambarkannya dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan atau doktrin yang cukup efektif. Sifatnya yang empat dimensi, jika disusun dengan baik, dibuat dengan penuh penghayatan, akan dapat menggambarkan jiwa zaman atau spirit suatu peristiwa yang ingin disampaikan. Lalu masih relevan kah kita pada saat ini membangun suatu diorama, di tengah maraknya perkembangan tehnik dan media pamer yang bersifat digital misalnya? Jawabannya tentu, masih relevan! Tidak saja karena diorama adalah produk seni rupa yang mengandung banyak unsur seni lainnya, tapi wujudnya yang lebih kasad tentu tetap berbeda dengan tampilan digital dan visual lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak diorama sejarah di Indonesia yang perlu dibangun ulang, dikaji ulang materinya, dan disusun ulang gaya atau tehnik pembuatannya sesuai dengan perkembangan minat seniman yang semakin banyak ragamnya.

Selain itu, dalam konteks pameran tetap dalam museum, diorama juga bisa menjadi sarana pengganti koleksi bersejarah, jika suatu museum belum memiliki banyak koleksi sejarah untuk dipamerkan. Sebagaimana kita ketahui, banyak organisasi, institusi, lembaga, perusahaan di Indonesia yang akhir akhir ini tergerak untuk membangun museum atau galeri sejarah untuk mengabadikan perjalanan sejarahnya. Banyak diantara mereka yang gamang untuk membangun museum, karena terbatasnya koleksi sejarah yang mereka miliki, maka diorama adalah salah satu jawaban untuk mengisi kekosongan koleksi pada tata pamer museum atau galeri sejarah.
Diorama di Museum Bank Indonesia
Diorama Museum Bank Indonesia
Bandingkan dengan sumber referensinya:

Foto Koleksi Arsip BI

Salah satu foto dalam buku Sejarah Kebijakan Moneter, Oey Beng To (1993)

Museum Bank Indonesia adalah salah satu contoh museum yang banyak menggunakan diorama sebagai media penyampaian informasi. Diorama yang digunakan adalah diorama yang menggambarkan adegan aktivitas yang biasa dilakukan oleh bank, seperti kegiatan kliring atau penyetoran kas pada masa lampau. Selain itu Museum Bank Indonesia juga menggunakan diorama sebagai media penguat suasana zaman yang menjadi tema suatu ruang pamer. Diorama semacam ini tentu tidak harus merujuk pada suatu peristiwa tertentu secara spesifik meski gambaran yang disampaikan berdasarkan sumber referensi yang akurat menggambarkan suasana zaman tertentu.

Selanjutnya bagaimana suatu diorama disusun? Sebagaimana yang digambarkan oleh Yuke Ardhiati (2007) bahwa Presiden Soekarno menunjuk sekelompok seniman untuk bersama menyusun suatu diorama. Seniman itu terdiri dari seniman lukis, seniman patung, dan beberapa seniman lainnya. Lalu dari mana para seniman itu mendapat gambaran tentang adegan yang akan mereka susun dalam diorama? Disinilah peran sejarawan dan narasumber (pelaku sejarah atau referensi lainnya) memberikan panduan kepada para seniman tentang gambaran detail adegan yang akan mereka susun dalam diorama.

Menurut pengalaman penulis, baik dalam pembangunan relief atau diorama, peranan kisah atau materi yang diberikan oleh sejarawan atau narasumber lainnya menjadi cukup penting. Narasi sejarah atau tema cerita adalah ruh dalam setiap karya relief dan diorama. Tanpa narasi sejarah atau tema cerita, relief dan diorama tidak dapat menggambarkan apa-apa. Dan setelah tersedia keduanya, yaitu narasi sejarah atau tema cerita, kemahiran seniman secara tehnik dan penghayatan seniman atas materi menjadi kunci penentu apakah relief atau diorama nantinya mampu mengeluarkan semangat atau spirit yang menggerakkan penikmatnya atau tidak? Apakah diorama itu berjiwa? Di tangan sejarawan yang mampu bertutur dan seniman yang mumpuni niscaya akan terjadi, diorama yang berjiwa!


Demikianlah sekelumit pembahasan tentang diorama.

Salah satu contoh penyusunan minidiorama




Menjadi:





source gambar: Agung, Fanny, dan Ersad.





Comments

Popular posts from this blog

Museum Maritim Indonesia: Minidiorama dan Diorama Ruang (3)

Jung Jawa

Museum Bank Indonesia :Sepenggal kisah proses pembangunan (2004 – 2009) Bagian 1