Museum Maritim Indonesia: Minidiorama dan Diorama Ruang (3)

Minidiorama
Dalam tata pamer Museum Maritim Indonesia, ada lima minidiorama yang digunakan dalam menyampaikan storyline Museum Maritim Indonesia, yaitu: adegan jual-beli pala di pulau Banda, suasana Pelabuhan Sriwijaya, suasana Pelabuhan Sunda Kelapa, gambaran pelabuhan yang kosmopolit, dan maket lori di pertambangan yang terhubung ke pelabuhan. Dari kelima tema tersebut, suasana Pelabuhan Sriwijaya adalah tema yang paling sulit digambarkan, mengingat tidak adanya bahan ilustrasi yang telah tersedia pada awal abad masehi. Sebagaimana membuat lukisan mural suasana Pelabuhan Majapahit, kurator menggunakan sumber literature untuk mengumpulkan bahan terkait dengan gambaran pelabuhan. Selain itu, kurator juga melakukan kunjungan ke beberapa museum yang telah memiliki minidiorama dengan tema serupa. 

Berdasarkan studi literature, kurator menetapkan bahwa suasana Pelabuhan Sriwijaya harus ditandai dengan adanya Kapal Jung China yang sedang bersandar di pelabuhan dan ada beberapa asset (elemen patung dll), yaitu rahib agama Buddha, pedagang arab dan China, beberapa orang berpakaian seperti kesatria kerajaan. 
Adapun dalam menggambarkan adegan jual beli pala di pulau Banda, kurator menggunakan sumber referensi berupa gambar ilustrasi terkenal yang banyak dimuat dalam beberapa literature lawas seperti buku Geschiedenis van Nederlandsch Indie karya F.W. Stapel. Berikut gambaran ilustrasi referensi dan minidiorama jual beli pala di pulau Banda :

Adegan dalam minidiorama jual beli pala di pulau Banda dibuat sama dengan adegan dalam gambar ilustrasi yang sangat mungkin dibuat sekitar abad ke-16, masa ketika jual beli pala dan beberapa rempah lainnya terjadi di wilayah kepulauan Maluku, termasuk Banda. 
Dalam menggambarkan suasana pelabuhan Sunda Kelapa, selain menggunakan referensi yang beredar di media daring, kurator juga mengambil beberapa materi pelengkap langsung ke lapangan. Adapun bahan minidiorama lori dalam pertambangan yang terhubung dengan pelabuhan, kurator mengandalkan beberapa gambar referensi yang tersedia dalam media daring dan literature tanpa gambar pendukung langsung dari lapangan. 
Selain agar bentuk tata pamer menjadi menarik dan beragam, minidiorama biasanya dibuat untuk mensiasati keterbatasan ruang pamer yang tersedia dalam museum. Sepanjang pengalaman penulis dalam mengkurasi museum, minidiorama sebagai elemen pamer tidak terbatas digunakan untuk merekonstruksi suatu adegan bersejarah. Dewasa ini beberapa museum juga menggunakan diorama sebagai media ilustrasi 3 dimensi yang menyampaikan suatu informasi bagian dari storyline museum. Sebagaimana minidiorama suasana pelabuhan yang kosmopolit dalam Museum Maritim Indonesia, tentu tidak merujuk pada peristiwa atau pelabuhan tertentu, meski kurator menentukan periode dari suasana pelabuhan tersebut, yaitu pelabuhan di Nusantara dalam periode abad ke-15 dan 16.
Diorama Ruang
Selain minidiorama yang berskala lebih kecil, dalam tata pamer Museum Maritim Indonesia juga dibuat beberapa materi pamer dalam bentuk diorama ruang. Diorama ini menggunakan asset dengan skala 1:1 dengan latar belakang lukisan mural yang umumya langsung dikerjakan di tempat oleh seniman (bukan gambar tempel). Dalam museum terdapat tiga diorama ruang di ruang pamer bagian barat  dan satu diorama ruang ada di bagian timur dengan tema sebagai berikut: Pembuatan perahu abad ke-15, Gudang VOC, Suasana pelabuhan masa kolonial (Pelabuhan Belawan), dan Kabin Kapal Pemandu. 
Keempat diorama tersebut sebelumnya tidak ada dalam rencana cetak biru yang telah disusun oleh tim perencana sebelumnya. Dengan alasan bahwa tema diorama ruang tersebut bersifat unik (belum ada di museum manapun di Indonesia), kurator berinovasi dengan mensiasati ketersediaan ruang tanpa harus mengubah rancangan alur pengunjung dalam cetak biru. Demikian gambaran diorama ruang dan sumber referensi atau gagasan dibalik pembuatan diorama ruang:

Tema pembuatan perahu di Nusantara adalah salah satu tema unik, karena –sepanjang yang kurator ketahui-- belum ada satu pun museum di Indonesia yang telah menggambarkannya. Kurator menggunakan sumber literature lawas, yaitu LODEWYCKSZ (WILLEM):SCHIPVAART(De  eerste) der Nederlanders naar Oost-Indien onder Cornelis de Houtman, 1595 – 1597. Journalen, documenten en andere bescheiden, uitgegeven en toegelicht door G.P. ROUFFAER en J.W. YZERMAN. ‘s-Gravenhage 1915-1925. Werken uitgegeven door de Linschoten. Vereen VII en XXV, XXXII. – yang dapat kita temukan dalam koleksi Perpustakaan Nasional RI. 

Dalam naskah lawas tersebut terdapat dua ilustrasi, yaitu ilustrasi kapal dan perahu yang berlayar di perairan Nusantara sekitar abad ke-15 dan gambaran bagaimana penduduk Nusantara membuat sebuah perahu dari bahan pohon yang banyak tersedia di beberapa wilayah nusantara, antara lain Jawa Tengah bagian utara. Berikut gambaran dua ilustrasi tersebut:


Selanjutnya dalam menyusun diorama gudang VOC, referensi utama suasana gudang adalah gedung bangunan Museum Bahari yang pada masa VOC adalah gedung penyimpan rempah-rempah. Bangunan yang telah ada sejak abad ke-15 itu berada di bibir pantai teluk Jakarta, sehingga dalam menyusun konsep diorama Gudang VOC digambarkan seorang serdadu sedang melihat kapal-kapal di perairan teluk Jakarta sebagai berikut ini:
gambar menyusul
Dari referensi tersebut dibangunlah Diorama Gudang VOC sebagai berikut:


Diorama ruang yang terakhir yang ada di ruang pamer bagian barat adalah diorama Suasana Pelabuhan Masa Kolonial. Diorama ini terletak di penghujung alur pengunjung yang berkisah tentang suasana pelabuhan pada masa kolonial, yaitu pelabuhan Belawan Medan. Pelabuhan itu dipilih sebagai referensi diorama, karena alasan praktis yaitu tersedianya banyak arsip foto koleksi KITLV yang menggambarkan detail suasana pelabuhan. Berikut beberapa foto tersebut:


Berdasarkan referensi gambaran suasana pada foto-foto tersebut, dibuat diorama Suasana Pelabuhan Masa Kolonial sebagai berikut:


Sementara itu di bagian timur ruang pamer Museum Maritim terdapat diorama ruang berupa suasana ruang kemudi sebuah Kapal Pandu yang lazim dimiliki oleh suatu pelabuhan sekelas  Tanjung Priok. Diorama ini dilengkapi dengan beberapa elemen multimedia yang memberi pengalaman pengunjung seolah berada dalam ruang kemudi Kapal Pandu yang tengah memandu kapal di tengah perairan pelabuhan Tanjung Priok. 


Pada akhirnya, diorama ruang Kapal Pandu ini telah menjadi semacam elemen wajib yang harus disajikan oleh suatu museum pelabuhan dalam tata pamernya. Sebelumnya, materi pamer ini tidak terdapat dalam cetak biru perencanaan museum, tapi setelah mempertimbangkan kesediaan ruang dan tingkat keunikan tema Kapal Pandu maka dibuatlah diorama ruang ini. Melalui diorama ruang itu diharapkan, pengunjung mulai mengenal apa jasa yang lazimnya disediakan oleh pelabuhan yang memfasilitasi perdagangan seperti Tanjung Priok. Dengan demikian, cikal bakal informasi tentang kepelabuhanan mulai kurator selipkan dalam tata pamer tersebut. Semoga pada perkembangan berikutnya, tema kepelabuhanan semakin mendapat perhatian lebih besar dalam Museum Maritim Indonesia yang dibangun oleh PT Pelabuhan Indonesia II, suatu perusahaan yang bergerak dalam jasa kepelabuhanan. 

(bersambung...)

Comments

Popular posts from this blog

Jung Jawa

Museum Bank Indonesia :Sepenggal kisah proses pembangunan (2004 – 2009) Bagian 1