Menabung Membangun Bangsa (2019)
Dalam setiap periode sejarah yang kita paparkan dalam buku ini dapat kita lihat suatu benang merah tradisi menabung masyarakat Indonesia yang beriringan dengan usaha pemerintah untuk memanfaatkan tradisi tersebut demi kepentingan pembangunan atau agenda lainnya yang terkait dengan kesejahteraan nasional. Potensi ekonomi dari tradisi menabung masyarakat sudah diidentifikasi oleh pemerintah, sejak zaman kolonial Belanda, zaman pendudukan Jepang, hingga pemerintahan masa Indonesia merdeka yang terus berkesinambungan hingga saat ini. Upaya harmonisasi kebiasaan menabung secara mandiri melalui media celengan dan yang serupa dengan sistem tabungan modern yang diselenggarakan oleh perbankan terus dapat kita cermati sepanjang periode sejarah dari masa ke masa.
Usaha pemerintah yang paling besar dalam menggerakkan masyarakat untuk menabung secara nasional terjadi pada saat pemerintahan Orde Baru pada periode 1970 an. Pada masa itu pemerintah mulai menyadari bahwa potensi dana yang dimiliki masyarakat dapat dihimpun dalam tabungan yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan proyek pembangunan. Tabanas dan Taska yang diluncurkan pada 20 Agustus 1971 adalah salah satu produk tabungan paling monumental yang pernah ada di Indonesia dan bertahan kurang lebih dua dekade, lebih sari separuh masa pemerintahan Orde Baru.
Pada masa itu terlihat dengan jelas bagaimana upaya pemerintah menggerakkan semua lapisan masyarakat untuk menabung dalam Tabanas dan Taska, suatu pos keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah secara langsung. Hampir semua otoritas pemerintah di pusat dan birokrasi daerah turun tangan untuk mengkampanyekan kegiatan menabung dalam bank, bukan dalam bentuk celengan atau simpanan lainnya di rumah secara mandiri. Pada masa itu pemerintahan Orde Baru memiliki jargon bahwa menabung memiliki fungsi mendidik masyarakat agar ikut mendukung pembangunan, percaya terhadap ketangguhan ekonomi negara, dan memerangi budaya konsumerisme, terutama kegandrungan terhadap barang-barang impor yang bersifat kebutuhan sekunder atau tersier.
Terkait dengan kepercayaan terhadap ketangguhan ekonomi negara, pada masa pemerintahan sebelumnya terdapat peristiwa ekonomi politik yang berdampak merugikan bagi masyarakat penabung di Indonesia. Terutama dalam Kebijakan Sanering 1959, pembekuan sebagian simpanan tabungan yang dimiliki masyarakat daalam bank, dan pemangkasan nilai mata uang Rupiah hingga turun 90 persen dari nilai sebelumnya, telah menimbulkan trauma yang mendalam bagi masyarakat untuk menyimpan aset mereka dalam bentuk uang. Pada titik ini aset yang bersifat benda non-uang seperti logam mulia, tanah dan bangunan, bahan-bahan pokok, dan benda-benda mewah lainnya, menjadi pilihan masyarakat untuk menyimpan nilai aset yang mereka miliki. Pemerintah Orde Baru, memulihkan trauma tersebut melalui stabilitas ekonomi, yang antara lain terwujud dalam jaminan uang tabungan bank yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam Tabanas dan Taska dinyatakan bahwa uang tabungan itu dijamin oleh Bank Indonesia.
Pada masa akhir Orde Baru, ketika mulai terbukti bahwa bangunan ekonomi Indonesia ternyata berdiri di atas fondasi ekonomi yang rapuh, masyarakat Indonesia telah masuk dalam kancah sistem menabung yang beragam. Menabung di bank menjadi salah satu komoditas perbankan nasional untuk menggerakkan fungsi intermediasi di tengah persaingan yang sangat ketat. Upaya membangkitkan “dana di bawah bantal” menjadi urusan persaingan antar bank dengan berbagai produk tabungan berhadiah yang mereka tawarkan kepada masyarakat.
Fenomena menabung dengan iming-iming hadiah semacam ini, terus berlangsung hingga sekarang, dan nilai menabung semakin bergeser dari fungsi dan nilainya yang semula. Menabung yang seharusnya memberikan ajaran kesabaran, menahan diri untuk tidak berlaku konsumtif (nilai hemat dan disiplin), menyiapkan bekal untuk masa depan mulai dari masa sekarang (perencanaan), dan kesadaran untuk berinvestasi pada nilai baik, perlahan mulai berganti.
Program tabungan berhadiah uang berjumlah besar atau barang-barang mewah yang ditawarkan bank-bank pada saat ini adalah pereduksian makna menabung yang dilakukan oleh dunia perbankan. Menabung yang semula memiliki spiritual dan sosial berubah hanya bernilai ekonomi semata. Menabung di bank pada saat ini, menmiliki paradoks karena bertujuan hemat pada satu sisi dan bersifat konsumtif pada sisi lain. Selain itu, hadiah mewah dan fantastis yang menggiurkan bagi penabung mendorong orang berkhayal memperoleh sesuatu dalam waktu cepat dan dengan cara mudah. Padahal menabung merupakan upaya untuk mencapai sesuatu lewat proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran.
Kondisi tabung-menabung yang ditawarkan oleh perbankan dengan sejumlah paradoks yang terdapat di dalamnya, pada periode mutakhir akhirnya berdampak kepada keengganan masyarakat untuk memiliki tabungan di bank. Pada beberapa contoh kasus, meski dunia perbankan semakin modern, toh masih ada sekelompok masyarakat yang masih menggunakan cara tradisional dalam menabung. Pada sisi lain, pemerintah melihat bahwa hingga saat ini belum semua masyarakat Indonesia di seluruh pelosok Indonesia tersentuh oleh layanan bank, yang pada titik tertentu dapat digunakan oleh pemerintah untuk menjalankan tugasnya dalam mengakselerasi perekonomian hingga merata ke seluruh Indonesia.
Mulanya pada 20 Februari 2010 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencanangkan Gerakan Indonesia Menabung yang ditandai dengan peluncuran produk TabunganKu, sebuah produk tabungan perseorangan tanpa biaya administrasi yang diterbitkan bersama oleh perbankan nasional. Semangat dari program ini adalah bahwa semua masyarakat Indonesia harus merasakan pembangunan secara adil, merata, dan inklusif, antara lain dapat mengakses layanan perbankan.
Kendala biaya administrasi tabungan bank yang selama ini bisa menggerus nilai tabungan, terutama dengan nilai di bawah Rp 2 juta, dan persayaratan saldo minimum yang besar saat pembukaan rekening, mencapai Rp 500 ribu, berusaha diatasi melalui TabungaKu. Melalui TabunganKu, kita dapat menyaksikan bagaimana harapan-harapan yang pernah ada pada masa Orde Baru saat meluncurkan Tabanas dan Taska pada periode 1970 an, mulai muncul kembali. Gubernur Bank Sentral mengatakan bahwa Gerakan Indonesia Menabung juga bertujuan untuk menumbuhkan kembali budaya menabung sekaligus mengurangi budaya konsumtif yang kurang berkontribusi pada peningkatan produktivitas nasional.
Pada periode pemerintahan selanjutnya, usaha menggerakkan masyarakat untuk menabung kembali digaungkan seiring dengan usaha pemerintah dalam meningkatkan keuangan inklusif di Indonesia. Berkaitan dengan itu, Presiden Joko Widodo mengatakan, ada dua hal yang harus dilakukan guna mengembangkan keuangan inklusif di Indonesia. Pertama, menyederhanakan sistem atau simplifying system, kedua menyederhanakan izin. Jika dua hal tersebut bisa dilakukan, niscaya akan mempercepat inklusi keuangan yang diharapkan oleh pemerintah. Presiden juga mengatakan perluasan inklusi keuangan sangat diperlukan untuk memudahkan seluruh rakyat Indonesia mengakses perbankan dan menggunakan jasa keuangan. Pemerintah ingin semua orang bisa mengakses ke perbankan dan akses ke sektor keuangan yang ada secara sederhana dan cepat.
Pada 14 Juni 2015 pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Simpanan Pelajar (Simpel), yaitu produk tabungan anak yang didesain khusus untuk kalangan pelajar. Simpel adalah salah satu program inklusi keuangan yang bertujuan mendorong budaya menabung sejak dini. Jika kita merujuk kepada sejarah tabung menabung, Simpel hampir sama dengan program tabungan Tapelpram yang diluncurkan pemerintah pada 1974, tabungan yang membidik ceruk anak usia sekolah. Pada masa itu, pemerintah mendidik anak-anak usia sekolah untuk dapat menyisihkan uang jajannya dalam tabungan sebagai simpanan yang dapat bermanfaat di kelak kemudian hari. Pada 1990 an juga muncul Tabanas BCA yang juga mendorong anak-anak menjadi penabung pemula sebagai market future untuk BCA di masa yang akan datang.
Tabungan Simpel diterbitkan dengan tujuan yang kurang lebih sama dengan tabungan anak-anak sebelumnya. Simpel diterbitkan secara nasional oleh bank-bank di Indonesia, dengan persyaratan mudah dan sederhana serta fitur yang menarik. Melalui Simpel, anak-anak mendapatkan pengalaman belajar untuk membangun budaya gemar menabung dan melatih mengelola keuangan mereka sendiri. Sebagai produk simpanan khusus untuk pelajar, nasabah tabungan ini bisa saja mulai dari anak usia dini hingga pelajar sekolah menengah atas dan sekolah sederajatnya.
Dalam pidatonya saat meluncurkan Tabungan Simpel, Presiden Joko Widodo menyampaikan harapannya agar anak-anak Indonesia mulai mengenal perencanaan keuangan sejak dini dan mulai tertarik mengenal perbankan melalui produk tabungan. Sehingga di masa yang akan datang muncul generasi sadar keuangan dan menjadikan kebiasaan menabung bukanlah kewajiban tetapi bagian dari gaya hidup. Untuk itu tabungan harus tampil dengan format yang sesuai dengan karakter gaya hidup generasi zaman sekarang. Simpel dan tidak ribet!
Adapun dalam upaya mewujudkan agar semua orang bisa mengakses ke perbankan dan akses ke sektor keuangan yang ada secara sederhana dan cepat. Pemerintah melalui Bank Indonesia dan OJK menggagas dua program inklusi keuangan, yaitu Layanan Keuangan Digital (2004) dan Laku Pandai (2005). Keduanya dengan menggunakan agen-agen layanan memberikan kemudahan bagi masyarakat di pelosok tanah air yang belum terjangkau secara fisik oleh bank.
Sekali lagi, peranan agen-agen layanan LKD dan Laku Pandai tersebut, mengingatkan kita kepada guru sekolah dan pembina Pramuka yang juga pernah digunakan tenaganya untuk menghimpun tabungan Tapelpram. Hebatnya pada masa sekarang, agen-agen layanan itu tidak sebatas hanya para guru sekolah yang menjadi agen tabungan Simpel di daerah-daerah, tapi juga para penjaga warung di pasar, ibu rumah tangga, dan sejumlah profesi informal lainnya, dengan menggunakan teknologi digital tampil sebagai bank berjalan di desa-desa atau di pelosok wilayah yang jauh dari kantor bank.
Melihat fenomena perkembangan menabung pada masayarakat zaman sekarang dan bagaimana kuatnya dorongan pemerintah untuk terus mewujudkan terciptanya keuangan inklusif yang adil dan merata, kiranya kita memiliki suatu optimisme yang besar akan lestarinya budaya menabung di Indonesia, baik secara modern maupun tradisional. Kedua sistem atau cara menabung itu dapat terus hidup secara harmonis saling berdampingan menjadi kebutuhan atau bahkan gaya hidup masyarakat Indonesia. Gempuran budaya konsumtif dan godaan berbagai program finansial yang spekulatif tapi menggiurkan, niscaya dapat diatasi atau paling tidak diimbangi dengan kesadaran untuk menabung demi bekal di masa depan.
Melihat paparan dalam buku ini, dapat kita simpulkan bahwa menabung dengan cara tradisional dengan menggunakan celengan adalah bentuk pembelajaran pertama yang diterima oleh anak-anak Indonesia dari orang tua mereka. Dengan demikian celengan tidak akan lekang oleh waktu, ia adalah “bahasa ibu” yang pertama diterima oleh generasi sekarang tentang bagaimana hidup dengan nilai-nilai hemat, disiplin, sabar, dan cermat dalam mempersiapkan atau mewujudkan apa yang mereka impikan di masa yang akan datang? Maka selanjutnya, dengan fondasi pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai kebajikan dalam celengan, niscaya mereka akan siap dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang, produktif dan sekaligus bijaksana dalam mengelola keuangan dengan menggunakan sistem finansial yang akan terus berinovasi tanpa henti.
Menabung Membangun Bangsa
Penerbit: Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2019
Penulis: Erwien Kusuma S.Hum, Drs. Nunus Supardi, Dr. Supratikno Rahardjo
Editor Materi: Dr. Bondan Kanumoyoso
Comments
(And really, it has NOTHING to do with genetics or some secret diet and really, EVERYTHING around "how" they are eating.)
P.S, What I said is "HOW", not "WHAT"...
Click on this link to discover if this brief test can help you discover your real weight loss possibility