Gonjang-Ganjing Pemilihan BI 1

Lebih dari sepekan pemberitaan pemilihan Gubernur Bank Indonesia (BI) mendominasi pemberitaan media. Puncaknya, pada Rabu malam yang lalu (12/03/08), dua calon Gubernur BI yang diajukan Presiden ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penolakan parlemen atas usulan Presiden ini merupakan peristiwa yang pertama dalam sejarah pemilihan Gubernur BI. Memang tepat kiranya apa yang dilansir oleh berbagai media, bahwa pemilihan Gubernur BI pada periode ini adalah pemilihan yang paling kental “aroma politis”-nya.

Dimulai dengan drama penetapan beberapa petinggi BI, termasuk Gubernur BI, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) kepada parlemen, menyebabkan beberapa kandidat potensial Gubernur BI terpaksa berguguran. Berdasarkan perkembangan itu, akhirnya Presiden hanya menetapkan dua orang kandidat saja untuk diajukan kepada DPR yang keduanya adalah calon dari “luar” Bank Indonesia. Sementara dari dalam tubuh DPR juga sejumlah kalangan pelaku ekonomi sebelumnya telah menyuarakan bahwa sudah sepantasnya, calon dari “dalam” BI juga harus dipertimbangkan sebagai kandidat Gubernur BI sebagaimana pemilihan pada periode sebelumnya. Mengingat bahwa dari internal BI juga cukup banyak calon yang kompeten, dari segi keahlian dan pengalaman, untuk duduk sebagai Gubernur BI.

Bila dibiarkan berkepanjangan, ketidak pastian nasib kepemimpinan bank sentral ini akhirnya menyebabkan impulse yang negatif di kalangan masyarakat, terutama para pelaku ekonomi baik dari dalam maupun luar negeri. Mereka menganggap bahwa pemerintah dan parlemen terlalu egois mengedepankan tarik-menarik kepentingan mereka, tanpa menghiraukan kepentingan yang jauh lebih besar bagi kelangsungan perekonomian nasional yang tengah mendapat tekanan inflasi dan ancaman pengaruh resesi global.
Syarat Gubernur BI
Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh Pemerintah dan DPR untuk mengakhiri krisis pemilihan Gubernur BI ini adalah bersepakat tentang kriteria Gubernur dengan kembali melihat kepada ketentuan undang-undang, tentang apa kriteria dari seorang gubernur bank sentral. Dalam Pasal 40 UU No. 3/ 2004 tentang Bank Sentral menyatakan bahwa syarat seorang anggota Dewan Gubernur (termasuk Gubernur) adalah warga negara Indonesia; memiliki integritas, akhlak, dan moral yang tinggi; serta memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum.

Secara lebih detail ketentuan tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan memiliki keahlian adalah seseorang yang menguasai suatu bidang keahlian berdasarkan latar belakang pendidikan, keilmuan, dan pengalaman yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas yang bersangkutan sebagai pimpinan bank sentral. Sedangkan yang dimaksud dengan pengalaman adalah latar belakang perjalanan karir yang bersangkutan dalam salah satu bidang ekonomi, keuangan, perbankan atau hukum khususnya yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Sentral.

Dua hal terakhir inilah, yaitu keahlian dan pengalaman, yang seharusnya menjadi kriteria utama yang harus dipedomani oleh Pemerintah dan DPR. Diharapkan dengan menggunakan dua kriteria tersebut secara obyektif, pemerintah dan parlemen mampu menemukan suatu titik temu yang jelas dan dapat menepis tudingan bahwa pemilihan Gubernur BI saat ini adalah hanya semata-mata tarik-ulur ”kepentingan Istana dan Parlemen” di tengah himpitan permasalahan ekonomi yang terus mendera bangsa Indonesia.
Pengalaman Sejarah
Jika kita kembali kepada pengalaman sejarah di masa lampau, ada suatu peristiwa penting yang patut kita teladani. Pada awal tahun 1950-an, saat pemerintah ingin menentukan siapa yang akan memimpin Bank Indonesia untuk pertama kali, pemerintah mempunyai dua calon yang diangap kompeten untuk mengurus masalah moneter pada saat itu, yaitu Sjafrudin Prawiranegara dari Masyumi dan Loekman Hakim dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Lantas apa yang terjadi? kedua tokoh tersebut bukannya berebut posisi, atribut kepentingan partai mereka tanggalkan, dan malahan dengan santun saling mempersilahkan satu sama lain untuk menduduki posisi Gubernur BI.

Sebagaimana dilansir oleh berbagai media pada periode itu, Loekman Hakim mengatakan bahwa jika dihadapkan pilihan antara Sjafrudin atau dirinya sebagai kandidat Gubernur, maka ia lebih baik memilih Sjafrudin sebagai Gubernur BI dan dengan senang hati merelakan dirinya duduk sebagai salah seorang anggota Direksi Bank Indonesia. Akhirnya selama beberapa periode kedua tokoh tersebut secara bersama memimpin Bank Indonesia hingga akhir sistem parlementer.

Sikap kedua tokoh inilah yang kita harapkan untuk terlahir dari seluruh tokoh bangsa ini, baik yang ada dalam pemerintah maupun parlemen. Tauladan bahwa kepentingan perekonomian bangsa dan negara yang lebih luas harus berada di atas semua kepentingan pribadi atau kepentingan golongan, kita harapkan mampu menjadi semangat dalam pemilihan Gubernur BI saat ini.
(tulisan ini dimuat di Media Indonesia, Rabu, 26 Maret 2008 dengan judul "seputar Pemilihan Gubernur BI")

Comments

Popular posts from this blog

Perbankan masa VOC

Museum Maritim Indonesia: Minidiorama dan Diorama Ruang (3)

Detik-Detik Menjelang Bubarnya Konstituante