Peran Museum dan Nasib Harta Karun kita


Beberapa waktu lalu (Rabu,5/5) pemerintah melalu Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) akhirnya melakukan pelelangan atas 271.381 keping artefak berumur lebih dari 1.000 tahun dengan harga pembuka 800 juta dollar AS atau setara Rp 760 miliar. Lima puluh persen dari hasil lelang itu direncanakan akan masuk Kas Negara, dan setengahnya akan diberikan kepada perusahaan pengeksplor bawah laut yang konon telah mengeluarkan investasi sebesar 10 juta dollar AS sekitar Rp 90 miliar. Namun seperti banyak diduga sebelumnya oleh banyak kalangan, pelelangan itu tidak menarik peminat, tidak ada penjualan dalam pelelangan itu. Pelelangan BMKT itu hasilnya nihil.
Secara hukum tidak ada yang keliru dengan pelelangan itu. Semuanya telah menempuh prosedur yang semestinya. Dan pihak panitia pun tampak berhati-hati dalam melakukan pelelangan itu. Kritik sejumlah pihak, termasuk Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO bahwa pelelangan akan menyebabkan musnahnya warisan sejarah budaya maritim Indonesia dapat dibantah dengan alasan bahwa dari 272.000 BMKT di perairan utara Cirebon, sekitar 976 artefak telah dipisahkan sebagai koleksi negara. Jumlah itu sudah cukup memadai untuk pelestarian warisan sejarah dan budaya maritim Indonesia karena telah dipilih berdasarkan keindahan, langka, artistik, keutuhan, kronologi, dan asal dari warisan bawah laut Nusantara itu.
Namun demikian, secara etik, pelelangan itu sungguh menjadi sebuah ironi besar bagi program Tahun Kunjung Museum 2010 yang antara lain bermaksud melakukan revitalisasi peran museum di Indonesia, baik dari segi materi maupun manajemen museum lainnya, yang ujungnya adalah harapan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap museum. Mestinya, ditemukannya BMKT itu dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk melengkapi sejarah kebudayaan kita, yaitu sejarah maritime, lewat berbagai museum yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara itu. Tapi tentunya hal ini tidak akan lepas dari sanggahan. Bahwa masalah dana adalah kendala utama yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam menjalankan kegiatan operasional museum.
Wacana Museum Maritim
Sebenarnya tak perlu kita bersusah payah untuk membuat suatu museum baru seperti museum maritim yang baru-baru ini dikemukakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad (Kamis,6/5) sebagai solusi untuk mempertahankan benda-benda peninggalan bersejarah yang menunjukkan kejayaan maritim Nusantara. Tentunya pembangunan museum baru, meski sah-sah saja, akan membutuhkan dana yang cukup besar dan waktu perencanaan serta realisasi yang tidak singkat. Padahal Indonesia telah mempunyai sekitar 275 museum seantero negeri yang tentu dapat diberdayakan untuk mengelola warisan sejarah berupa BMKT itu.
Selama ini menurut hemat penulis, Indonesia belum mempunyai suatu story-line yang utuh tentang sejarah kebudayaan Indonesia, hingga sejarah budaya maritim kita belum terceritakan secara lengkap dalam museum-museum kita. Padahal bangsa kita adalah bangsa maritim. Tampaknya berbagai museum daerah yang dikelola oleh pemerintah di seluruh wilayah Indonesia belum mempunyai satu kesinambungan informasi sejarah atau koleksi artefak yang saling terkait dan saling mendukung satu sama lain.
Dengan ditemukannya BMKT di perairan Cirebon ini dan juga dengan adanya informasi dari UNESCO bahwa sesungguhnya alam bawah laut kita mengandung 300 ribu situs kapal karam dari era kegiatan maritim pada periode Nusantara, telah terbuka peluang yang nyata bahwa banyak warisan kekayaan negeri kita ini yang belum terolah dengan baik. Tentu saja tidak hanya nilai yang bersifat materi saja yang dapat kita manfaatkan. Tapi ratusan situs itu tentu akan membuka ruang untuk studi sejarah, arkeologi, budaya, studi kawasan, atau ilmu-ilmu kemaritiman lainnya.
Dengan potensi seperti itu, bukan omong kosong tentunya, jika suatu saat Kementerian Kelautan dan Perikanan kita, dengan bekerjasama dengan berbagai lembaga lain tentunya, akan dapat membuka suatu laboratorium budaya maritim yang aktif dan terbuka di perairan Indonesia. Hal itu tentu akan menguntungkan Indonesia baik dari segi pariwisata ataupun segi akademik. Laboratorium maritim itu akan menjadi sumbangsih terbesar bangsa Indonesia bagi warga dunia, terutama dalam bidang pengetahuan potensi bawah laut.

Berkaca dari pengalaman Luar Negeri
Lalu bagaimana semua itu bisa diwujudkan? Bagaimana kita mewujudkan museum maritim yang baru atau memberdayakan museum-museum yang sudah ada untuk melestarikan BMKT itu. Tentunya museum-museum akan membutuhkan biaya yang cukup besar? Untuk itu marilah kita melihat kepada pengalaman luar negeri dalam mengelola museum-museumnya.
Kendala dana atau biaya operasional museum adalah kendala klise bagi semua museum di dunia. Kita mengetahui dengan pasti bahwa perawatan bernda-benda bersejarah membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan merawat benda-benda kita saat ini. Warisan masa lalu memang mahal harganya. Untuk itu dalam pengelolaan museum, masyarakat luar negeri selalu melibatkan masyarakatnya untuk berperan aktif, baik dalam penggalangan dana maupun memberi masukan terkait dengan informasi sejarah atau warisan budaya yang mana yang akan dipamerkan dalam museum. Tengoklah ke beberapa situs maya museum-museum di Kanada atau Jepang. Kedua pemerintah negara ini aktif menciptakan museum baru yang banyak melibatkan peran aktif warganya.
Terkait dengan pengelolaan BMKT ini sebaiknya pemerintah memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk mengetahui dengan jelas apa isi dari harta karun yang ada di perairan Indonesia itu. Para arkeolog dan sejarawan harus mendapat kesempatan yang cukup untuk mensosialisasikan tentang hasil riset mereka terkait dengan sejarah dan serba serbi dari BMKT tersebut.
Baru kemudian masyarakat yang akan menilai koleksi mana yang kiranya mereka perlukan untuk diabadikan dalam museum di wilayahnya masing-masing. Biarkan masyarakat yang menentukan apakah harta karun itu bagian dari warisan budaya bangsanya atau tidak. Terkait dengan masa lalu mereka atau tidak. Terlepas dari mana benda itu berasal, dari Tiongkok, Arab atau negeri entah berantah sekalipun, benda-benda itu telah lama menyatu dalam perairan kita, tentunya benda-benda itu jika diteliti akan dapat mengisahkan jati diri bangsa kita di masa lampau.

Comments

Popular posts from this blog

Perbankan masa VOC

Museum Maritim Indonesia: Minidiorama dan Diorama Ruang (3)

Detik-Detik Menjelang Bubarnya Konstituante