Sejarah Kantor Bank Indonesia


Penulisan Sejarah Bank Indonesia telah dilakukan sejak periode 1970 an. Tercatat Noek Hartono, seorang pegawai Bank Indonesia menulis sebuah naskah Sejarah Bank Indonesia dan Pertumbuhannya (1976) yang belum pernah diterbitkan. Buku stensilan karya Noek Hartono tersebut tidak mencantumkan daftar pustaka. Meski, bila kita telaah sedikit lebih dalam, dapat kita ketahui bahwa penulis banyak merujuk kepada buku Gedenkboek Van De Javasche Bank 1828 – 1928 karya L . De Bree, untuk menulis sejarah bank sebelum menjadi Bank Indonesia. Sedangkan untuk perkembangan bank hingga periode 1970 an penulis menggunakan beberapa dokumen tertulis yang beredar di lingkungan Bank Indonesia.

Pada 1991 Drs. Oey Beng To, seorang mantan Direktur Bank Indonesia periode 1960 an, menerbitkan buku Sejarah Kebijakan Moneter Jilid I 1945 – 1958 yang banyak mengupas tentang Bank Indonesia. Konon kabarnya naskah untuk jilid II telah ditulis oleh Oey Beng To, tapi hingga akhir hayatnya buku itu tak kunjung diterbitkan.  Selanjutnya sebuah karya otoritatif lainnya Bank Indonesia dalam Kilasan Sejarah Bangsa diterbitkan pada 1996 atas kerjasama Bank Indonesia dengan LP3ES, yang dipimpin oleh M. Dawam Raharjo. Selain mengupas kondisi ekonomi dan perbankan masa Orde Baru, beberapa tema tentang perkembangan bank sebelum menjadi Bank Indonesia diulas secara menarik. Turut berkontribusi dalam buku ini R. Hardjo Santoso, pegawai madya Bank Indonesia yang gemar menelusuri sejarah De Javasche Bank hingga menjadi Bank Indonesia. 

Pada periode Independensi (1999 - sekarang) banyak buku tentang Bank Indonesia yang ditulis oleh para ahli ekonomi atau para bankir bank sentral sendiri dan telah diterbitkan untuk kalangan umum. Tercatat, beberapa buku yang ditulis oleh Doedrajad Djiwandono, Dawam Raharjo, dan Fachri Ali dkk, menyampaikan perkembangan Bank Indonesia pada periode krisis dan periode setelahnya, ketika Bank Indonesia menjadi lembaga bank sentral yang independen. Sementara itu, dari internal Bank Indonesia, secara formal, penulisan sejarah Bank Indonesia kembali dimulai pada awal tahun 2000 an. Pada saat itu Bank Indonesia kembali membentuk suatu tim penulis yang terdiri dari para mantan pegawai utama yang aktif berkomunikasi dengan para mantan petinggi Bank Indonesia dalam menyusun kembali Sejarah Bank Indonesia. 

Hasilnya adalah sejak 2006 tim ini telah menerbitkan Buku Sejarah Bank Indonesia Periode I – VI yang diterbitkan oleh Unit Khusus Museum Bank Indonesia. Buku ini memuat informasi yang lengkap tentang sejarah kebijakan Bank Indonesia dalam empat kategori, yaitu kelembagaan Bank Indonesia, kebijakan moneter, kebijakan perbankan, dan kebijakan sistem pembayaran. Enam jilid buku sejarah tersebut kemudian diringkas dalam satu buku sejarah perkembangan Bank Indonesia yang terbit dalam dua edisi bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 

Pada 2011 salah seorang penulis Buku Sejarah Bank Indonesia Periode I – VI yang kebetulan aktif dalam organisasi Perhimpunan Pensiunan Bank Indonesia (PPBI) kembali menggagas penulisan sejarah Bank Indonesia dengan fokus pada perkembangan kantor-kantor Bank Indonesia yang beroperasi di berbagai wilayah di Indonesia.  Gagasan penulisan ini bermaksud melengkapi informasi dari penulisan sebelumnya dan memberi gambaran bagaimana kebijakan Bank Indonesia sebagai bank sentral dilaksanakan secara nyata (riiel) oleh kantor-kantor cabang Bank Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.




Pada kesempatan yang terakhir ini, saya diajak bergabung oleh bapak-ibu pensiunan Bank Indonesia sebagai penulis sejarah kantor-kantor Bank Indonesia di bawah bimbingan dan supervisi PPBI. Hasilnya selama lima tahun, kami telah menulis sejarah 8 Kantor Bank Indonesia secara berurutan sebagai berikut: Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, Makassar, Pontianak, Padang, dan Denpasar. Tujuh dari delapan kantor yang telah kami tulis adalah kantor cabang tertua yang telah berdiri sejak periode De Javasche Bank. Sedangkan Kantor Bank Indonesia Denpasar (sekarang BI Provinsi Bali) adalah kantor cabang yang baru dibuka pada masa Orde Baru pada akhir 1960 an.

Dalam rentang waktu lima tahun tersebut (2011 – 2016) secara kebetulan organisasi Bank Indonesia mengalami banyak perubahan, yang antara lain karena berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengambil alih pengaturan dan pengawasan perbankan, dan juga karenan terbitnya beberapa peraturan lainnya terkait pengedaran uang Rupiah. Perubahan ini tentu saja berdampak serious bagi perkembangan kantor-kantor Bank Indonesia di daerah, terutama terkait dengan peranan, fungsi, tugas, dan tanggung jawab yang selama ini dilakukan di daerah. Beberapa tugas yang dulu pernah dilaksanakan oleh kantor cabang pada saat ini tidak lagi dilaksanakan atau persoalan alokasi sumber daya manusia juga sempat muncul beberapa saat di kantor-kantor cabang. Perkembangan tersebut   tentunya patut untuk direkam dalam catatan sejarah.

Penulisan yang sedang dilakukan oleh PPBI telah berusaha mencatat perubahan yang terjadi pada Bank Indonesia, khususnya Kantor Bank Indonesia di daerah. Dalam bidang kelembagaan, penulisan berusaha mengabadikan bagaimana transformasi organisasi dari De Javasche Bank hingga menjadi Bank Indonesia. Hal ini berlaku terutama untuk kantor-kantor Bank Indonesia eks De Javasche Bank yang tersebar di seluruh pulau-pulau utama Indonesia. Gambaran perubahan atau perpindahan gedung kantor juga menjadi salah satu tema yang diketengahkan dalam buku. Selain itu beberapa cabang yang bukan eks De Javasche Bank juga diangkat sebagai tema penulisan buku, seperti Kantor Bank Indonesia Denpasar misalnya. Seiring berjalannya waktu, kantor-kantor (yang bukan eks De Javasche Bank) ini juga mengalami perubahan sesuai dengan pertumbuhan kehidupan ekonomi perbankan di wilayah masing-masing.

Dalam bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran, penulisan berusaha mencatat keunikan pengalaman masing-masing kantor cabang di daerah.  Setiap daerah memiliki kondisi dan karakter geografis, social, ekonomi dan perbankan yang berbeda-beda. Sehingga cara pendekatan pelaksanaan kebijakan bank sentral juga dilakukan sesuai dengan kondisi dan karakter tersebut, meski tetap mengikuti pola atau garis besar yang telah ditentukan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia. Pengalaman di Medan akan sama sekali berbeda dengan pengalaman di Padang, meski terkadang beberapa pengalaman pelaksanaan kebijakan di Surabaya masih sama persis dengan di Semarang dan Bandung. Di Pontianak bagian pengedaran uang Bank Indonesia harus bekerja keras menyelenggarakan clean money policy hingga ke pelosok negeri di tapal batas Indonesia dengan negara lain. Sama halnya dengan keunikan penyelenggaraan kliring local di wilayah Padang, yang hingga saat ini masing menunjuk bank lain selain Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring.

Pengalaman dan peristiwa semacam itu, yang terjadi di wilayah kerja kantor-kantor Bank Indonesia di seluruh Indonesia,  beruasaha dicatat dalam sejarah, agar dapat menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia dan khususnya bagi Bank Indonesia sendiri. Sejarah mencatat bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral turut menyejahterakan rakyat di pelosok-pelosok negeri, menjaga kedaulatan mata uang Rupiah, dan secara umum berkontribusi dalam membangun perekonomian Indonesia. 




Comments

Popular posts from this blog

Perbankan masa VOC

Museum Maritim Indonesia: Minidiorama dan Diorama Ruang (3)

Detik-Detik Menjelang Bubarnya Konstituante